Medan, Gatra.com-Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja dinilai banyak berbenturan dengan Undang-undang Dasar 1945. Untuk itu, RUU sapu jagat tersebut harus dibahas dengan sistimatis, terinci serta terbuka.
Hal itu diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Suluh Muda Indonesia (SMI), Kristian Redison Simarmata dalam diskusi terbuka dengan tema "Urgensi RUU Ominbus Law Cipta Kerja", di Medan, baru-baru ini.
Salah satu contohnya menurut Kristian adalah distribusi kewenangan antar lembaga. Karena dalam pasal 170 di RUU tersebut dikatakan bahwa Peraturan Presiden (Perpres) dapat membatalkan Peraturan Daerah (Perda).
Apabila hal tersebut terjadi, maka Indonesia akan kembali pada masa demokrasi terpimpin. Untuk itu harus dilakukan kajian yang lebih baik dalam membuat aturan yang mengakomodir undang-undang diatasnya.
"Kita mendesak DPR RI segera membahas ini dengan terbuka dan teliti. Karena banyak yang harus diperbaiki dalam RUU tersebut. Cenderung muatan dalam RUU Cipta Kerja hanya mengakomodir kepentingan investor," jelasnya.
Investasi yang diusung didraft RUU Cipta Kerja tersebut tidak menjamin kesejahteraan masyarakat. Semestinya yang diperkuat adalah inovasi masyarakat, bukan investasi. Karena investasi itu cenderung eksploitatif.
Kristian mengatakan bahwa pada dasar dia mendukung substansi Undang-undang tersebut. Saat ini, menurut Kristian, Indonesia mengalami hiper regulasi. Karena itu dibutuhkan langkah untuk penataan regulasi tersebut.
Namun, menurut Kristian, RUU Cipta Kerja terkesan terburu-buru. Karena sampai saat ini RUU Cipta Kerja tidak memiliki naskah akademis. Untuk itu, harus segera dilakukan kajian. Serta pemerintah mendorong terjadinya transfer pengetahuan. Khususnya dalam pengembangan industri lokal.