Bandung, Gatra.com - Ribuan buruh yang tergabung dalam aliansi buruh Jawa Barat menggelar aksi di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Senin (16/3/2020). Dalam aksi itu buruh menolak rencana pemerintah mengesahkan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja.
Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jabar Roy Jinto menilai sejak awal penyusunan RUU Cipta Kerja itu sudah bermasalah. Pasalnya, pembahasan tidak melibatkan dari unsur serika buruh sebagai elemen paling merasakan dampaknya.
"Pemerintah pada tanggal 12 Februari 2010 secara resmi memasukkan draf RUU ke DPR, yang mana dalam pembuatannya tidak melibatkan buruh. Mereka hanya melibatkan penguasa dengan dalih Investasi," papar Roy.
Lebih jauh, Roy menuntut Pemerintah untuk membatalkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja dan menarik usulan dari DPR RI.
"Kami juga menuntut DPR RI untuk menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja dan mengembalikan usulan RUU CILAKA tersebut kepada Pemerintah," tegasnya.
Jinto juga menegaskan menuntut Gubernur Jabar dan DPRD Jabar untuk membuat surat Penolakan Omnibus Law RUU Cipta Kerja kepada Presiden RI dan DPR RI.
Ia menyatakan RUU Omnibus Law Cilaka sebenarnya adalah Revisi UU No. 13 Tahun 2003 yang dibungkus dengan cover cipta kerja agar buruh dan rakyat terkecoh dengan judulnya.
"Isinya itu memiskinkan buruh dan rakyat atas nama UU dengan hilangnya kepastian pekerjaan, kepastian penghasilan, dan kepastian jaminan sosial. Oleh karena itu sudah seharusnya kaum buruh, elemen mahasiswa dan kelompok masyarakat Lainnya menyatakan menolak RUU Cilaka ini secara bersama-sama," tegas Jinto.
Beberapa subtansi isi RUU Cilaka yang menjadi alasan buruh untuk menolak:
1. Masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA) tidak punya skill bekerja, apalagi dengan dihapusnya wajib izin Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA).
2. Hubungan Kerja dengan sistem kerja PKWT dan Outsourcing untuk semua jenis pekerjaan tanpa ada batasan waktu (seumur hidup)
3. Hilangnya Upah Minimum, dengan dihapusnya Upah Minimum Kabupaten/Kota UMK dan UMSK, serta berlakunya Upah Perjam (satuan waktu) , Upah Borongan (satuan hasil) dan Upah Industry Padat Karya.
4. Dihapusnya kewajiban perusahaan untuk membuat struktur dan skala upah.
5. PHK dipermudah dengan sistem (easy hiring, easy firing) dengan menghapus pasal kewajiban mencegah PHK, dan prosedur PHK.
6. Dihapusnya Hak Cuti Yang Harus Dibayar Oleh Perusahaan antara lain RUU CILAKA ini menghapus hak cuti haid, gugur kandungan, cuti melahirkan, cuti menjalankan ibadah, cuti menikah, cuti menikahkan anak, cuti mengkhitankan anak/membaptiskan anak, cuti menjalankan tugas negara, cuti menjalankan tugas serikat pekerja dll
7. Dihapusnya Hak Buruh untuk mengajukan gugatan ke PHI apabila terjadi PHK sepihak
8. Hilangnya Pesangon karena dengan sistem kerja kontrak/PKWT dan Outsourcing selamanya maka secara otomatis tidak ada kewajiban perusahaan membayar pesangon;
9. Penghargaan Masa Kerja berkurang dan penggantian hak di hapus
10. Hilangnya sanksi pidana dalam pelanggaran hak normatif pekerja/buruh
11. Hilangnya Jaminan sosial dengan sistem hubungan kerja yang fleksibel dan sistem upah perjam, borongan maka jaminan kesehatan, jaminan hari tua, jaminan pensiun akan hilang
Jika pemerintah dan DPR keukeuh membahas RUU tersebut pada tanggal 23 Maret 2020 mendatang, buruh mengancam bakal menggelar mogok nasional.
"Kita mengagendakan untuk mogok di setiap daerah dan juga nasional. Kalau omnibus law ini dipaksa untuk dilaksanakan. Karena tanggal 23 maret nanti ada paripurna. Kita mendorong agar omnibus law cipta kerja ini tidak dibahas. Tapi kalau DPR RI tetap membahas, kita akan melakukan mogok daerah dan mogok nasional," pungkasnya.