Jakarta, Gatra.com - Pakar Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Fahri Bachmid, menganggap salah satu manfaat penerapan Omnibus Law di Indonesia adalah menyelesaikan keadaan “hiper regulasi".
"Saat ini secara positif terdapat 8.451 peraturan pusat dan 15.965 peraturan daerah yang secara teknis menggambarkan kompleksitas regulasi di Indonesia," kata Fahri, Sabtu (14/3).
Fahri menjelaskan konsepsi dan penerapan Omnibus Law secara teoritis merupakan metode yang digunakan untuk mengganti dan atau mencabut ketentuan dalam undang-undang; atau mengatur ulang beberapa ketentuan dalam undang-undang ke dalam satu undang-undang tematik.
Menurutnya, secara teknis, dalam penyiapan regulasi pelaksana Omnibus Law secara paralel dengan proses pembahasan Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja bersama DPR, setiap menteri atau kepala lembaga perlu menyiapkan regulasi teknis sebagai derivatif. Yaitu Perizinan Lokasi, Perizinan Lingkungan, Perizinan Bangunan Gedung, Perizinan Sektor, Persyaratan Investasi, Ketenagakerjaan, UMK-M, Pengadaan Tanah, Investasi dan proyek pemerintah, serta Kawasan Ekonomi.
"Sehingga konsekuensi penerapan Omnibus Law yakni, a. Undang-undang Existing masih tetap berlaku, kecuali sebagian pasal (materi hukum) yang telah diganti atau dinyatakan tidak berlaku lagi; kemudian Undang-undang Existing tidak diberlakukan lagi, apabila pasal (materi hukum) yang diganti atau dinyatakan tidak berlaku, yang merupakan inti atau roh dari undang-undang tersebut," ujarnya.
Fahri menilai penerapan Omnibus Law secara teknis yuridis akan membuat sekitar 79 undang-undang terkena pembatalan, baik sebagian pada pasal tertentu atau mengganti, mencabut, yang membutuhkan kajian mendalam serta diharmonisasi secara cermat dan hati-hati. Agar sistem hukum tidak rusak atau terjadi kekacauan pada aspek penerapan di lapangan.
Saat ini, lanjut Fahri, RUU Omnibus Law sudah berada di DPR. Ia pun mengingatkan agar di dalam pembahasannya, benar-benar dilakukan secara cermat dan membutuhkan kehati-hatian yang tinggi sehingga visi pembangunan nasional, khususnya pada sektor ekonomi, agar dapat berjalan dengan baik dan proporsional di bawah payung konsep Omnibus Law.
Di sisi yang lain, katanya, tidak mengacaukan sistem hukum nasional yang sudah dibangun secara positif dengan regulasi “existing”, yang telah berjalan selama ini. Kemudian aspek lain yang wajib dipedomani adalah konsep Omnibus Law senantiasa berjalan bersamaan dengan HAM sebagaimana telah dijamin di konstitusi Undang-Undang Dasar 1945.
"Agar ke depan jika telah diberlakukan Omnibus Law, tidak digugat melalui Mahkamah Konstitusi karena dinilai melanggar hak konstitusional warga negara. Hal ini yang sejak semula harus dibahas secara baik dan hati-hati," tambahnya.