Jakarta, Gatra.com - Demi mendorong peningkatan pasar tekstil di dalam negeri, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) telah melakukan berbagai strategi. Diungkapkan Dewan Penasihat API, Ade Sudradjat Usman, salah satu strategi yang dilakukan adalah dengan mendorong restrukturisasi permesinan industri.
"Yang selama ini terjadi, hanya 16% dari seluruh industri yang meningkat. Jadi masih kecil. Bagaimana pun juga mesin kita dianggap sudah obsolete, sudah tua, kalo diatas 20 tahun. Bagaimana bisa bersaing dengan Tiongkok yang memiliki mesin serba canggih," Kata Ade saat dihubungi Gatra.com, Jumat (13/3).
Peremajaan mesin itu,menurut Ade, dilakukan bersama pemerintah dalam menginisiasi program restrukturasi. Dimana program tersebut akan memberikan reimburse kepada industri yang melakukan restrukturisasi pada sektor mesinnya.
"Tapi, hasilnya cuma 16 persen. Karena antusiasme industri sendiri melihat keseriusan pemerintah. Pemerintah tidak merubah diri agar efisien. Karena Undang-Undangnya selama ini membelit dan bebannya terlalu berat. Makanya Industri menahan diri untuk restrukturisasi mesin. Menurut mereka, ngapain malakukan itu kalau tetap saja tidak bisa berdaya saing," jelas Ade.
"Ceritanya akan lain kalau Omnibud Law ini udah diketok DPR. Saya kira, pemerintah suka tidak suka harus menghidupkan kembali restrukturisasi untuk tahun 2021 secara masif dan besar-besaran," tambahnya.
Ditambahkan Ade, selama ini infustri yang gulung tikar selama 5 tahun akibat kelesuan industri tekstil memang banyak, namun hal itu juga dibarengi pertumbuhan industri yang tidak sedikit.
"Yang gulung tikar tidak sebanding dengan jumlah yang tumbuh. Yang tumbuh juga banyak. Misal, yang gulung tikar itu 10, yang tumbuh kembang itu 15. Begitulah ilustrasinya," papar Ade.
Dan meski pertumbuhan yang meningkat tidak membuat pemerintah harus sanfai dalam menggenjot kenaikan pasar tekstil. Apalagi, Industri tekstil diakui mantan Ketua API tersebut seolah mendapat pukulan telak kala melihat industri tekstil Vietnam berkembang pesat.
"Yang jadi pukulan, disalipnya performa ekspor kita oleh Vietnam. Itu adalah bukti bahwa kita tidak perform. Kita jadi pecundang, di mata global kita pecundang. Ekspor kita sampai kemarin baru 13 miliar, Vietnam itu udah 48 miliar. Kita harus sadar, bahwa kita harus berubah attitude nya sikap mental kita harus berubah," ungkapnya.