Pekanbaru, Gatra.com - Penurunan harga minyak dunia yang terjadi belakangan ini, menimbulkan kekhawatiran bagi perekonomian Provinsi Riau. Untuk diketahui, saat ini (Maret) harga minyak dunia berada di kisaran US$30 per barel. Angka tersebut bekurang setengahnya jika dibandingkan dengan harga minyak dunia pada Desember 2019 yang berada di kisaran US$60 per barel.
Pengamat ekonomi dari Universitas Riau, Edianus Herman Halim, mengungkapkan bila seretnya harga minyak terus berlanjut, maka pelemahan ekonomi menjadi tantangan yang harus diantisipasi pemerintah Riau.
"Kalau ekonomi melemah, perlu penajaman prioritas anggaran. Jadi harus mulai berhemat, anggaran yang dirasa tidak mendesak sebaiknya tidak diteruskan, seperti rencana pembelian mobil dinas pimpinan DPRD yang mencapai miliaran rupiah," jelasnya kepada Gatra.com melalui sambungan seluler, Jumat (13/3).
Herman menambahkan, sebagai daerah dengan pendapatan yang masih bergantung pada Dana Bagi hasil (DBH) sektor perminyakan dan gas, seretnya harga minyak dunia bisa mengurangi kemampuan Pemerintah Daerah Riau menggairahkan sektor ekonomi. Terlebih, seretnya harga minyak dunia bersamaan dengan lesunya pasar lantaran imbas Virus Corona.
Adapun DBH Provinsi Riau tahun 2020 hanya sebesar Rp1.810.407.702.000. Dengan rincian untuk pajak sebesar Rp 866.006.254.000 dan sumber daya alam (SDA) sebesar Rp944.401.448.000.
Herman mengatakan, Pemerintah Daerah Riau harus melakukan sejumlah inisiatif untuk menggairahkan perekonomian Riau. Inisiatif tersebut menurutnya dapat dilakukan disektor pertanian, misal dengan mendorong masyarakat menanam komoditi yang selama ini didatangkan dari luar.
"Pemerintah harus melakukan kebijakan sinergi kabupaten/kota untuk meningkatkan produktivitas daerah, bagi produk-produk subtitusi impor. Kumpulkan lah Dinas Pertanian seluruh kabupaten/kota adakan kebijakan sinergi untuk memilih (mengembangkan) produk yang bisa mengurangi pengeluaran penduduk. "
Sebagai informasi, pertumbuhan ekonomi Riau beberapa tahun belakangan berada dibawah 3 persen. Lesunya pertumbuhan ekonomi tersebut dipicu oleh kian bekurangnya produksi minyak di Riau. Untuk gambaran, jika pada tahun 2018 produksi minyak di Riau mencapai 83 juta barel, pada tahun 2019 jumlah produksi hanya mencapai 80 juta barel. Bekurangnya produksi minyak Riau umumnya disebabkan oleh mengecilnya produksi minyak di Blok Rokan, yang digarap Chevron. Selain anjloknya produksi minyak, turunya harga Kelapa Sawit turut menjadi persoalan tersendiri.