Sleman, Gatra.com - Meningkatnya pengamanan digital membuat metode penipuan juga turut berkembang: bukan melalui kecanggihan teknologi melainkan via manipulasi psikologis dan rekayasa sosial.
Sejak tipu-tipu’mama minta pulsa’ hingga kini ada fitur call forward, penipuan di dunia digital kini berkembang di aplikasi online memanfaatkan rendahnya literasi digital masyarakat.
Hal ini terungkap dalam ‘Kajian Peningkatan Kompetensi Keamanan Digital di Indonesia: Analisis Fenomena Penipuan dengan Teknik Rekayasa Sosial’. Kajian oleh Center for Digital Society Universitas Gadjah Mada (CfDS UGM) ini dipaparkan di acara bincang “Mencegah Manipulasi Sosiologis: Berinteraksi di Platform Digital dengan Aman dan Nyaman” di kampus UGM, Kamis (12/3).
Peneliti CfDS UGM Adityo Hidayat menjelaskan Magis atau manipulasi psikologis dalam penipuan di dunia digital ini bukan masalah supremasi teknologi ata peretasan. Sebab teknologi pengamanan itu pasti semakin canggih dan superior.
“Tapi ada titik lemah yaitu pengguna teknologinya. Analoginya, lebih mudah minta kunci ke pemilik brankas daripada membobol brankas. Di sini lah magis menyasar kita,” tuturnya
Menurut dia, magis di dunia dunia digital bukan cerita baru. Modus ini telah berkembang sejak 2013 lewat undian berhadiah dan SMS ‘mama minta pulsa’. Modus ini kini menyasar dunia teknologi finansial dan aplikasi online dengan aneka bentuk.
“Supaya korban bisa dimanipulasi dan memberi kata sandi, penipu harus membuat dia dalam kondisi emosional sehingga sukarela memberi password ke orang yang tak dikenal,” ujarnya.
Untuk itu tiap pengguna harus membekali diri dengan kompetensi keamanan teknologi digital. Di tingkat dasar, misalnya, pengguna harus membuat password yang tak gampang ditebak. Pada tahap menengah, password harus dibuat berbeda untuk tiap akun.
Untuk tahap lanjutan, pengguna mesti paham perintah yang tak lazim dalam penggunaan telepon genggam, seperti fitur call forwarding yang telah memakan korban artis Maia Estianty. “Ini upaya memutus rantai magis. Kemampuan indvidu perlu jalan bersama dengan upaya dari industri dan pemerintah,” kata dia.
Senior Manager Kebijakan Publik dan Hubungan Pemerintah Gojek, Ardhanti Nurwidya menyatakan pihaknya mengandalkan sejumlah fitur keamanan digital, Gojek Shield. “Kami telah memanfaatkan teknologi terkini dan canggih bahkan memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan, serta dioperasikan oleh tim keamanan digital kelas dunia,” ujarnya.
Fitur tersebut mencakup penyamaran nomor telepon untuk pengguna dan mitra pengemudi sehingga nomor tersebut tak bisa disalahgunakan. Selain itu, ada fitur bagikan perjalanan, tombol darurat yang terhubung dengan unit darurat yang siaga 24 jam 7 hari dan mengadopsi perspektif korban.
“Melalui fitur ini, kepolisian di Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur dapat mengungkap sindikat kriminal pelaku order fiktif yang bekerja menggunakan aplikasi fake GPS dan aplikasi modifikasi,” kata dia.