Home Hukum Rawan Konflik Tanah, Kejaksaan Gandeng Kantor Pertanahan NTT

Rawan Konflik Tanah, Kejaksaan Gandeng Kantor Pertanahan NTT

Kupang, Gatra.com - Menindaklanjuti perjanjian kerja sama antara Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dengan Jaksa Agung RI, telah dilaksanakan penandatangan perjanjian kerja sama Kepala Kantor Pertanahan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Jaconias Walalayo dengan Kepala Kejaksaan Tinggi NTT Pathor Rahman dan Kepala Kantor ATR/BPN Kabupaten/Kota se-Provinsi NTT dengan Kajari se-wilayah NTT.

Kakanwil ATR/BPN Provinsi NTT Jaconias Walalayo menegaskan MOU dengan Jajaran Kejaksaan se NTT sebagai langkah untuk pendampingan hukum.

Hal ini dikarenakan masalah pertanahan di NTT semakin rumit, terutama masalah tanah suku, para Kakan ATR dan BPN di kabupaten/ kota harus penuh hati-hati mengeluarkan produk hukum, yakni sertifikat.

“Masalah tanah di NTT semakin rumit. Apalagi sebagian masyarakat masyarakat masih mengklaim itu bahwa itu tanah sukunya. Karena itu melalui MOU ini saya harap para Kepala ATR dan BPN dari 22 Kabupaten / Kota tidak segan-segan konsultasi dengan pihak kejaksaan setempat,” kata Kakanwil ATR dan BPN NTT, Jaconias Walalayo, usai penandatangan MOU dengan jajaran Kejati NTT dan para Kepala Kejaksan negeri se NTT di Hotel Aston Kupang, Selasa (10/3).

Lebih lanjut Jaconias menyebutkan masalah tanah suku di NTT sering menimpulkan pertikaian dan tumpah darah, bahkan korban jiwa.

“Tanah suku di NTT sering membawa petaka. Minggu lalu di Desa Sandosi Kecamatan Witihama. Adonara Flores Timur, terjadi pertikaian dan tumpah darah. Tercatat 6 orang meninggal karena memperebutkan tanah suku,” jelas Jaconias Walalayo.

Karena itu, secara tegas Walalayo meminta para kepala ATR dan BPN se NTT untuk harus teliti sebelum mengeluarkan sebuah sertifikat.

Dia menyebut, masalah tanah terbesar saat ini di Labuhan Bajo, Manggarai Barat. Karena daerah ini sudah ditetapkan Presiden sebagai destinasi Wisata premium, ada sejumlah oknum yang berkedudukan sebagai kepala suku seenaknya menjual tanah tersebut secara tidak prosedural.

Dia menyontohkan, di Kelurahan Labuan Bajo untuk RT 01 dan 02, pihaknya menemukan 55 kasus pelepasan hak atas tanah oleh orang yang mengaku kepala suku yang ganda. Terjadi tumpang tindih karena oknum kepala suku itu menjualnya kepada 5 orang sekaligus.

“Kelima orang pembeli itu ramai-ramai datang ke Kantor ATR/BPN setempat untuk memproses sertifikat. Jelas yang begini yang perlu didiskusikan dengan Kejaksaan dan tidak menerbitkan sertifikat,” tegas Jaconias Walalayo.

Dengan perjanjian ini, para Kajari di NTT akan memberikan pendampingan hukum pada proses kepemilikan tanah yang ditengarai bermasalah. Lebih lanjut dijelaskan, pihaknya membuka diri bagi BPN untuk datang dan konsultasi mengenai hal ini kapan saja.

549