Home Ekonomi Lemon Jawa, Potensi Lokal Bernilai Tinggi yang Terlupakan

Lemon Jawa, Potensi Lokal Bernilai Tinggi yang Terlupakan

Banyumas, Gatra.com – Jeruk nipis dikenal sebagai komoditas berkualitas tinggi dengan jumlah kebutuhan yang terus meningkat. Sayangnya, tak banyak yang membudidayakan jeruk nipis yang juga dikenal sebagai lemon Jawa ini, meski nipis dan lemon adalah jenis yang berbeda.

Bahkan, semakin hari pohonnya semakin langka. Terbukti, kebutuhan pasar tak pernah terpenuhi. Hngga saat ini tak satu pun petani yang serius membudidayakan Lemon Jawa ini dalam skala besar. Saking langkanya, ada juga yang menyebutnya sebagai Lemon Keraton, karena kebanyakan hanya ditemukan di rumah-rumah kuno, atau rumah budaya.

Pemerhati budaya yang juga Ketua Forum Rembug Masyarakat Pengelolaan Sumber Daya Air Serayu Hilir, Edy Wahono mengatakan, di Purwokerto, harga satu kilogram Lemon Jawa mencapai Rp35 ribu. Konsumen tetap mencari jeruk nipis yang beraroma khas ini.

Menurut dia, konsumen tidak terlampau mempermasalahkan harganya yang tinggi dibandingkan dengan jeruk nipis dan lemon lainnya. Pasalnya, jeruk nipis Jawa multifungsi. Selain sebagai sumber vitamin C dengan dibuat minuman segar, nipis Jawa juga bernilai budaya. Salah satunya yakni untuk berbagai prosesi upacara budaya Jawa dan membersihkan keris.

“Buahnya adalah sumber vitamin C yang tinggi. Kemudian, kalau yang memahami khasiatnya memang digunakan untuk membersihkan keris. Itu lebih kuat dibanding jenis nipis lain,” ujarnya.

Kekhasan nipis Jawa lainnya adalah kulitnya yang tipis dan aromanya yang segar. Aroma jeruk nipis Jawa lebih kuat dan khas dibandingkan jeruk nipis atau lemon, meski yang diimpor dari Jepang atau Tinongkok.

“Kulitnya juga bisa dimanfaatkan untuk mencuci piring dan menghilangkan amis makanan. Itu bekasnya,” katanya.

Menurut Edy, sayangnya tidak ada satu pun petani yang membudidayakan jeruk nipis jenis ini. Sebab itu, pasar selalu kekurangan pasokan. Menurut dia, jeruk nipis Jawa sudah menjadi kebutuhan pokok nyaris semua rumah makan mulai dari Yogyakarta, Solo, Semarang, ke timur hingga Surabaya dan Bali.

“Kebutuhannya sangat banyak. Tidak pernah tercukupi. Jawa dan Bali selalu kekurangan,” ucapnya.

1453