Padang, Gatra.com- Nurani Perempuan Women's Crisis Center (WCC) menilai pemerintah telah merampas hak perempuan. Terutama dengan adanya RUU Omnibus Law dan RUU Ketahanan Keluarga yang digodok pemerintah beserta DPR RI saat ini.
Plt. Direktur Nurani Perempuan WCC, Rahmi Merry Yenti mengatakan, dengan tegas menolak peraturan-peraturan yang dinilai deskriminatif terhadap perempuan itu. Sebaliknya, pihaknya meminta pemerintah mensahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
"Perempuan berdaulat atas dirinya. Jangan sampai peraturan yang digodok itu merampas hak perempuan ke depannya," tegas Rahmi kepada Gatra.com, Senin (9/3) di Padang.
Diungkapkan Rahmi, selama dua bulan terakhir saja pihaknya sudah menangani 25 kasus kekerasan. Umumnya kasus kekerasan seksual pada perempuan.
Dengan alasan itu, pihaknya terus mendesak pemerintah mensahkan RUU Penghapusan Seksual (PKS) tersebut.
Ia mengakui, banyak tantangan yang dihadapi dalam memperjuangakan RUU PKS segera disahkan. Salah satunya, adanya penolakan dari beberapa organisasi keagamaan yang menolak keras RUU PKS tersebut. Padahal, kekerasan seksual harus segera dihentikan.
Menurut Rahmi, RUU PKS harus disahkan, karena disubtansi di dalamnya hanya fokus kepada pemulihan terhadap korban kekerasan seksual. Termasuk, di antaranya untuk pelaku kekerasan seksual yang tidak hanya hukuman penjara, tetapi juga mendapat rehabilitasi psikologis.
Selain itu, pihaknya menilai pelaku melakukan kekerasan seksual tidak hanya karena kemaluan saja. Lebih dari itu, persoalannya juga di otak pikiran pelaku.
Maka sebab itu, hal ini harus diselesaikan, karena proses rehabilitasi sengat penting bagi korban maupun pelaku.
"Bagi yang menolak, mereka menilai substansi dari RUU PKS ini bisa melegalkan LGBT dan perzinaan. Padahal, dari pengalaman kerja lembaga layanan se-Indonesia, kekerasan seksual harus segera ditangani," imbuhnya.