Jakarta, Gatra.com - Sekretaris Jenderal Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI), Ikhsan Raharjo mengatakan, RUU Cipta Kerja membuat sistem Ketenagakerjaan Indonesia menjadi lebih liberal.
"Dalam beberapa pasal, perlindungan pekerja melalui negara maupun lewat peran Serikat Pekerja itu dihilangkan," katanya di Jakarta, Kamis (5/3).
Ikhsan menyebut, akan terjadi ketidakpastian status pekerja dalam sebuah perusahaan. Status pekerja kontrak malah akan dilegalkan di semua jenis dan sifat pekerjaan.
"Kita tahu dalam pasal 59 UU Cipta Kerja itu, batasan jenis dan juga sifat pekerjaan yang bisa dijadikan pekerja kontrak itu ditiadakan. Artinya semua jenis pekerjaan boleh diberikan status PKWT," jelasnya.
Bahkan, lanjut Ikhsan, batasan waktu pekerja kontrak yang sebelumnya diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, malah dihapuskan. Sehingga, akan menimbulkan adanya pekerja kontrak abadi.
"Karena dia bisa bertahun-tahun dalam kondisi seperti itu. Calon-calon pekerja nantinya akan kehilangan yang disebut job security, atau kepastian kerja," ujarnya.
Padahal, kepastian kerja ini berkaitan langsung dengan rencana masa depan pekerja. Terlebih, masa kontrak yang diberikan perusahaan dengan mengacu pada RUU Cipta Kerja ini akan semakin pendek.
"Nantinya bisa ada yang perjam, ada yang harian, bagaimana kita bisa merancang masa depan. Pekerja-pekerja muda itu, calon pekerja yang dijanjikan akan diberikan lapangan kerja, tidak bisa merancang masa depan kalau kondisinya seperti itu," paparnya.
Selain itu, tambah Ikhsan, dalam Pasal 66 RUU Cipta Kerja, terdapat perubahan terkait batasan dan jenis pekerjaan yang dapat menggunakan jasa outsourcing. Artinya, segala macam jenis pekerjaan bisa menggunakan jasa outsourcing yang nantinya berakibat pada penurunan kesejahteraan pekerja.