Home Gaya Hidup Kisah Nirmala, Gadis Tanpa Tangan yang Semangat Belajar

Kisah Nirmala, Gadis Tanpa Tangan yang Semangat Belajar

Karanganyar, Gatra.com - Penyandang disabilitas asal Desa Kadipiro, Jumapolo, Putri Nirmala Sari (14) memilih mengenyam pendidikan di sekolah formal bersama peserta didik non berkebutuhan khusus.

Sebab infrastruktur pendidikan bagi disabilitas di Kabupaten Karanganyar belum merata, terutama bagi dirinya yang tinggal di desa terpencil.

 

Nirmala sapaan akrabnya, terlahir tanpa kedua tangan. Ia membiasakan diri menggunakan dua kakinya untuk mengerjakan semua hal. Termasuk menulis.

"Saat TK sudah menggunakan kaki untuk menulis. Jadi sudah terbiasa,"ucapnya kepada Gatra.com di sekolahnya SMPN 1 Jumapolo, Kamis (5/3). 

Bagi pelajar kelas VII ini, tanpa memiliki tangan bukan persoalan mudah. Terlebih minimnya infrastruktur pendidikan bagi penyandang disabilitas di Karanganyar, memaksanya menjadi berbeda di tengah teman sebaya yang tanpa kekurangan fisik. Ia beruntung memiliki kelebihan di bidang seni kaligrafi. Tulisan latin gadis berjilbab ini pun tergolong rapi.

Teman sekelasnya juga memperlakukan Nirmala dengan baik. Hal itu makin menambah rasa percaya diri Nirmala. Di kelas VII-5, ia duduk di belakang bersama teman sebangkunya.

Di atas kursi terdapat alat tulis dan buku yang berada di samping kakinya. Aktivitas menulis dilakukan kaki kirinya yang mengapit pulpen untuk menulis materi yang disampaikan oleh guru. Tulisannya terlihat rapi di lembaran buku tulis miliknya.

Dari sekian banyak mata pelajaran sekolah, dia lebih menyukai seni budaya. 

"Yang saya suka mata pelajaran seni budaya karena sudah lama hobi saya melihat tari-tarian," ucapnya.

Sebelum bersekolah di SMPN 1 Jumapolo, Nirmala masuk di SDN 1 Kadipiro, Jumapolo. SD ini berstatus sekolah umum. Setiap berangkat sekolah, dia selalu diantar dan dijemput orang tuanya. Jarak antara rumah dengan sekolahnya di Desa Kadipiro sekitar tujuh kilometer.

Kepala SMPN 1 Jumapolo Mei Sarwanto mengatakan Nirmala menerima dispensasi terkait mata pelajaran olahraga. 

"Saat ini hanya satu difabel karena sistem zonasi berdasarkan nilai, serta penerimaan peserta didik baru (PPDB). Kami menerimanya dan kami perlakukan sama dengan murid lainnya. Orang tuanya juga berharap anaknya dapat diterima dan dididik dengan baik disini," ucapnya. 

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Karanganyar Tarsa mengatakan, seluruh sekolah di tata pengelolaannya diwajibkan menyediakan kebutuhan peserta didik disabilitas meliputi akses ke ruang belajar mengajar (KBM) dan penerimaan informasi pendidikan.

Menurutnya, manajemen sekolah mudah menerima murid berkebutuhan khusus. Namun tidak mudah menyediakan kebutuhan mereka.

Banyaknya penyandang disabilitas di Karanganyar namun, minim sekolah khususnya, membuat Dinas Pendidikan dan Kebudayaan membolehkan mereka mengenyam pendidikan di sekolah umum.

717