Semarang, Gatra.com - Wakil Rektor (WR) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Prof. Budi Setiyono menilai pemilihan Pilkada langsung level kabupaten/kota tidak realistis.
Menurutnya, level penyelanggaraan pemerintahan kabupaten/kota lebih pada teknis sehingga pemilihan langsung bupati/wali kota oleh rakyat tidak tepat.
“Pemilihan langsung, terutama untuk eksekutif itu sebenarnya level pusat dan provinsi, bukan di level kabupaten/kota,” katanya, Rabu (4/3).
Lebih lanjut Budi, mengatakan pemilihan langsung merupakan wujud kedaulatan yang bersifat direct dari rakyat untuk menentukan pemimpin secara ideologis.
Sedangkan level pemimpin pemerintah kabupaten/kota bukan ideologis, karena lebih kepada teknis karena mengurusi semisal masalah sampah, kesehatan dasar, transportasi lokal, dan lainnya.
Dengan demikian, lanjutnya, Pilkada langsung bupati/wali kota tak realitis karena levelnya adalah teknis bukan level ideologis.
“Benar yang diwacanakan Menteri Dalam Negeri (Mendahri Tito Karnavian) pemilihan langsung eksekutif itu di level pusat dan gubernur, tidak di level kabupaten/kota,” ujarnya.
Bila pemilihan langsung bupati/wali kota masih terus dilakukan, menurut Budi, akan menimbulkan ketidakpastian birokat untuk bertindak dan bekerja secara profesional.
Birokrat tidak bisa profesional sebab akan terus terseret oleh kepentingan politik selama masa jabatan bupati/wali kota lima tahun.
“Sudah saatnya dilakukan revisi pelaksana Pilkada langsung kabupaten/kota,” kata Budi.
Sebagai penggantinya, guru besar Ilmu Pemerintahan FISIP Undip ini, menyatakan bisa meniru contoh di beberapa negara dengan penunjukkan langsung pemimpinan kabupaten/kota.
Penunjukan menggunakan parameter-parameter kempetensi yang profesional seperti jabatan administrasi sekretaris daerah (sekda) bisa menyusun rencana strategis dan melakukan eksekusi.
Calon pemimpin kabupaten/kota sebelumnya harus diuji secara teknik harus dapat mengatasi berbagai persoalan yang nantinya akan dihadapi.
“Jadi pemimpin harus dapat mengatasi persolan di kabupaten/kota. Kalau bupati/wali kota hasil pilkada salama ini lebih bersifat politik padahal tidak menguasai permasalahan sehingga merugikan rakyat,” ujar Budi.
Budi juga mewacanakan agar DPRD diubah menjadi dewan kota dengan anggota tidak representasi dari partai politik, tapi masyarakat.
“Jadi dewan kota tidak ada unsur partai. Ini perlu diwacanakan,” katanya.