Jakarta, Gatra.com – Anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Syamsuddin Haris mengatakan bahwa jika etika partai politik (parpol) bisa dibenahi, maka potensi korupsi bisa diminimalkan. Hal itu disampaikan Haris di gelaran launching Sekolah Anti Korupsi di KPU DKI Jakarta (4/3).
Menurut Haris, parpol sudah seharusnya memiliki etika dalam penyelenggaraan demokrasi di Indonesia. Parpol di Indonesia, tidak memiliki etika tersebut. Misalnya, parpol tidak memiliki sistem kaderisasi yang bagus, rekrutmen demokratis, dan akuntable.
"Hulunya itu parpol yang tidak sehat ini. Mesti ada desakan publik. Mesti ada regulasi negara yang memaksa itu. Publik mesti menekan dan mendesak negara agar parpol lebih baik," ujarnya.
Haris mendukung RUU Partai Politik, di mana negara meningkatkan subsidi kepada parpol. Dengan harapan, parpol harus membenahi sistem internalnya agar lebih demokratis, dan mampu menciptakan demokrasi yang sehat.
"Selama tidak ada subsidi negara, maka jabatan-jabatan publik bisa menjadi 'ATM' bagi parpol," tambahnya.
RUU Parpol nantinya akan meningkatkan subsidi negara secara signifikan kepada partai politik sesuai dengan raihan suaranya. Misalnya, kata Haris, kenaikan itu bisa saja mencapai Rp8000 per suara yang saat ini hanya mentok di Rp1000 per suara.
"Di satu pihak, parpol tepuk tangan dan mengiyakan. Namun, tantangannya adalah bagaimana subsidi itu juga diikuti pembenahan parpol. Itu pentingnya RUU parpol," kata Haris.
Pembenahan lainnya, sambung Haris, adalah pemilu dan pilkada. Tanpa ini dibenahi, maka selamanya akan memfasilitasi penyalahgunaan kekuasaan yang berujung penyalahgunaan dana publik, APBN dan APBD.
"Karena pemilu menentukan kualitas pemerintahan yang dihasilkan. Tanpa pembenahan itu, pemilu hanya akan menghasilkan para penyelenggara negara yang menyimpang," jelasnya.
Korupsi besar-besaran yang banyak dilakukan oleh ASN dan pengusaha, misalnya, tidak lepas karena difasilitasi parpol dan sistem pemilu, sehingga berlangsungnya penyalahgunaan kekuasaan itu.