Jakarta, Gatra.com - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mendesak pemerintah untuk mengendalikan harga berbagai komoditas kesehatan akibat Corona Virus Desease (Covid)-19.
"LBH Jakarta mendesak pemerintah mengendalikan harga alat-alat, obat, dan kebutuhan medis lainnya," kata Arif Maulana, Direktur LBH Jakarta, dalam keterangan tertulis, Selasa (3/3).
Menurutnya, pemerintah harus mengendalikan harga-harga komoditas di atas yang dibutuhkan masyarakat agar tidak terpapar Covid-19 dan memberikan insentif kepada produsennya.
Selain itu, LBH Jakarta juga? mendesak pemerintah serius menangani virus Corona di Indonesia dengan menghentikan segala kesimpangsiuran informasi dan memastikan transparansi akuntabilitas kebijakan yang dikeluarkan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
"Pemerintah aktif melibatkan partisipasi masyarakat dalam pencegahan dan langkah penanggulangan penyebarluasan virus Corona di Indonesia melalui penyuluhan-penyuluhan dan edukasi publik," ujarnya.
Kemudian, LBH Jakarta meminta pemerintah baik pusat maupun daerah dari segala lini, berkoordinasi membentuk tim khusus untuk mengoordinasikan, mengobati, menyelamatkan, dan mencegah berulangnya infeksi Corona pada korban. Salah satunya dengan cara membentuk pusat krisis Penanganan Corona Virus.
"Pemerintah menginvestigasi, mendalami, dan memberikan layanan jemput bola kepada korban atau kontak orang-orang yang terpapar virus Corona ataupun yang memiliki gejala infeksi virus Corona demi mencegah dan menanggulangi penyebaran virus Corona lebih luas," katanya.
Desakan selanjutnya, ?melindungi segenap bangsa dengan memberikan perhatian khusus kepada warga negara Indonesia yang berada di luar negeri, yang sedang mengalami wabah virus Corona dan memberikan perlindungan, akomodasi, dan pengobatan khusus jika terpapar virus Corona.
Kepala Bidang Advokasi LBH Jakarta, Nelson Nikodemus Simamora, menjelaskan, pihaknya menyampaikan desakan tersebut karena pemerintah wajib melindungi hak warganya untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat, serta memperoleh pelayanan kesehatan sebagaimana mandat konstitusi.
Sampai saat ini, tercatat 89.000 lebih kasus orang terinfeksi Covid-19 di seluruh dunia, sebanyak 3.000 lebih korban meninggal. Di Indonesia, 2 korban yang terinfeksi baru saja diumumkan pemerintah pada Senin (2/3).
Pemprov DKI Jakarta juga sebelumnya telah mengumumkan ada 115 kasus orang yang diduga terpapar virus Corona. Meskipun angka ini sebelumnya dibantah oleh Menteri Kesehatan. Selain itu, telah terdapat 13 WNI yang positif terinfeksi virus Corona di luar negeri.
Selain itu, lanjut Nelson, terdapat pula puluhan ribu warga negara Indonesia yang menjadi tenaga kerja di negara-negara yang sedang mengalami wabah virus Corona yang belum diketahui kondisinya. Sejauh ini pemerintah baru memberlakukan pemulangan terhadap 238 mahasiswa Indonesia yang tinggal di Wuhan, Cina, tempat awal virus Corona menyebar.
Banyak pihak berpendapat pemerintah abai, lalai, dan lamban dalam menangani virus Corona di Indonesia. Beberapa negara dan ahli bahkan menyatakan secara tegas ketidakpercayaan dengan tindakan penanganan virus Corona di Indonesia. Arab Saudi bahkan telah menerapkan penghentian sementara jemaah umrah yang berasal dari Indonesia.
WHO menyatakan banyak hal yang harus ditingkatkan dari kebijakan penanganan virus Corona di Indonesia. WHO bahkan telah mengeluarkan pernyataan resmi bahwa tidak ada satupun negara yang bisa dijamin bebas virus Corona.
Sementara itu, lanjut Nelson, pejabat pemerintah masih saja menunjukkan ketidaksensitifannya merespons ancaman krisis kesehatan publik ini dengan menyatakan mengenai tidak adanya virus Corona di Indonesia karena doa agama tertentu serta ada pula yang berkelakar dikaitkan dengan sulitnya mengurus perizinan investasi.
Kondisi ini juga disayangkan mengingat pemerintah Indonesia justru lebih menitikberatkan penanganan "dampak ekonomi" dari virus Corona ketimbang melindungi kesehatan publik. Pemerintah mengucurkan dana 10 triliun untuk memberikan insentif kepada wisatawan mancanegara, peningkatan daya beli warga, termasuk 72 miliar untuk membayar influencer guna kepentingan promosi, fame trip, dan pengenalan destinasi wisata.
Sementara di sisi lain, Pemerintah nampak tidak serius dalam memastikan perlindungan hak atas kesehatan warganya. Ombudsman RI menemukan bahwa pemeriksaan penumpang di Bandara, pintu masuk negara ini dari penyebaran virus Corona lemah dan ala kadarnya.
Tak hanya itu, pemerintah mengaku tidak melakukan pengujian mendalam terhadap WNI yang dipulangkan dari Cina dengan alasan alat yang mahal seharga Rp1 miliar.
Sejauh ini, info yang dikeluarkan pemerintah bahwa pemerintah akan menjamin biaya pengobatan orang yang terinfeksi virus Corona dan ada 100 rumah sakit di seluruh Indonesia yang bisa menangani virus Corona. Tetapi, pemerintah belum memberikan "jaminan" bahwa seluruh alat kesehatan yang diperlukan untuk pemeriksaan dan deteksi awal sudah tersedia dan belum memberikan jaminan bagi seluruh orang-orang yang memiliki gejala flu, pneumonia, dan gejala lain akan secara aktif diidentifikasi dan diberikan fasilitas perawatan secara medis.
Tumpang tindihnya informasi yang dikeluarkan pemerintah mengenai wabah virus Corona telah memunculkan kesimpangsiuran di masyarakat. Misalnya, dari 115 orang yang dipantau Pemprov DKI, 32 orang dinyatakan suspect Corona dengan tambahan info 2 orang positif Corona yang dikeluarkan Presiden kemarin.
"Tidak jelas sekarang apakah kontak seluruh orang ini telah ditelusuri untuk kemudian dilakukan tindakan medis berupa pemantauan hingga observasi dalam bentuk karantina," ujarnya.
Tidak jelasnya informasi juga sudah menyebabkan kepanikan di masyarakat sehingga orang-orang berbondong-bondong memborong masker, sanitizer, dan stok makanan.
Menurutnya, ketidaksiapan, kelalaian, dan abainya pemerintah untuk merespons ancaman nyata kesehatan publik ini melanggar ketentuan kewajiban pemerintah dalam penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 1984 tentang Penanggulangan Wabah yang menyatakan pemerintah bertanggung jawab untuk melaksanakan upaya penanggulangan wabah.
Kemudian, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular menguraikan, tindakan penyelidikan epidemiologis melalui berbagai kegiatan.
Selanjutnya, dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1501 Tahun 2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan juga ditegaskan bahwa pemerintah harus melakukan penelusuran secara aktif terhadap wabah selain penelusuran secara aktif.
"Dalam aturan ini juga ditegaskan bahwa penetapan jenis-jenis penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah didasarkan pada pertimbangan epidemiologis, sosial budaya, keamanan, ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan menyebabkan dampak malapetaka di masyarakat," katanya.