Home Internasional Kekerasan Komunal yang Terulang

Kekerasan Komunal yang Terulang

Pertikaian berujung kekerasan, kembali terjadi di India. Kali ini, partai berkuasa dituding berada di balik aksi kaum militan. Amendemen UU yang diskriminatif menjadi pemicu.

Internasional | India 

4.0

 

Kekerasan Komunal yang Terulang 

 

Pertikaian berujung kekerasan, kembali terjadi di India. Kali ini, partai berkuasa dituding berada di balik aksi kaum militan. Amendemen UU yang diskriminatif menjadi pemicu.

 

 =0=

 

Selama empat hari sejak hari Minggu, 23 Februari lalu, India kembali dibakar kekerasan sektarian Hindu-Muslim. Masjid dibakar, toko-toko yang dianggap milik warga muslim dihanguskan. Di jalan-jalan yang sebelumnya umat Hindu dan Muslim hidup berdampingan dengan damai, mayat-mayat bergelimpangan mandi darah di samping sisa mobil terbakar, tumpukan sepeda hangus, dan reruntuhan bangunan. Setidaknya 43 orang tewas dan ratusan lainnya luka.

Media internasional menyorot kekerasan ini dengan detail. Foto dan video secara vulgar menggambarkan kebencian atas nama agama. Orang-orang diadang di jalan, diminta kartu identitasnya, atau celananya dibuka paksa untuk memastikan apakah disunat atau tidak.

Imran Khan, 30 tahun, penjaja jajanan yang tinggal di Shiv Vihar, barat laut Delhi, mengalami kekejaman itu. Pada Senin malam, 24 Februari lalu, ia bertemu sekelompok orang ketika pulang kerja. “Beberapa dari mereka menarik celanaku,” ucapnya. “Mereka mulai memukuli saya dengan keras, begitu mereka yakin bahwa saya adalah seorang Muslim.”

Batang besi, linggis, dan pipa logam, bergantian menggebuk tubuh Imran sampai pingsan. Mengira Imran tewas, gerombolan itu mengikat tali di lehernya dan menyeretnya ke selokan.

Dikutip dari laman The Guardian, kekerasan memang terjadi di kedua belah pihak. Namun komunitas Muslim Delhi yang menjadi sasaran. Di Chand Bagh, salah satu daerah yang paling terpukul, hanya bisnis muslim yang hancur berantakan.

Di rumah sakit al-Hind yang sempit di Mustafabad, salah satu titik pusat kekerasan, Dr. Meeraj Ekram tampak terguncang ketika ia mengisahkan kondisi lebih dari 500 korban yang masuk rumah sakit sejak kerusuhan dimulai. Mereka datang dengan luka tembak, korban penusukan, luka bakar akibat asam, dan alat kelamin yang dimutilasi. “Cedera yang kami saksikan mengerikan. Saya belum pernah melihat hal-hal mengerikan seperti ini sepanjang hidup saya,” ujarnya.

Di antara pasien yang dibawa ke al-Hind pada Selasa malam pekan lalu, ada dua imam masjid setempat. Ekram menunjukkan foto-foto imam masjid Shiv Vihar, yang wajahnya rusak parah. Ketika orang-orang memasuki masjid itu, imam malang itu ditangkap. Orang-orang itu kemudian melemparkan seember asam ke wajahnya. Mufti Mohammad Tahir, Imam Masjid Farooqia, dekat Mustafabad, mengalami nasib sama. Masjidnya bahkan dibakar.

 

***

 

“Saya tidak ragu bahwa ini bukan kebetulan atau kerusuhan spontan,” kata Harsh Mander, Direktur Centre for Equity Studies, sebuah lembaga riset Delhi. “Itu jelas dirancang dan dibangun sebagai bagian dari politik partai yang berkuasa. Saya pikir BJP (Bharatiya Janata Party) terkejut oleh skala protes terhadap Undang-Undang Amendemen Kewarganegaraan (Citizenship Amendment Act/CAA). Setelah kekalahan mereka dalam pemilihan Delhi, tampaknya ini adalah jalan keluar untuk semua kebencian yang mereka bangun.”

Politisi India yang juga Menteri Utama Bengal Barat, Mamata Banerjee, juga melontarkan tuduhan serupa. Ia menyebut, kerusuhan komunal di Delhi itu sebagai genosida yang disponsori negara. Menurutnya, Partai BJP mencoba mereplikasi model kerusuhan Gujarat ke seluruh negeri. “Saya sangat sedih dengan pembunuhan orang-orang yang tidak bersalah di Delhi. Menurut saya, ini genosida ... kekerasan di Delhi disponsori negara,” ujarnya, seperti dikutip laman The Times of India, Senin lalu.

Banerjee mengeklaim, begitu banyak yang terbunuh gara-gara CAA. Aturan ini memberikan kewarganegaraan bagi para pengungsi dari setiap agama besar di Asia Selatan, kecuali muslim. CAA dikritik diskriminatif. Banyak yang melihatnya sebagai upaya untuk mengabadikan agenda nasionalis Hindu menjadi hukum dan merusak fondasi sekuler negara itu. Kontroversi ini telah memicu periode aksi demonstrasi terpanjang India dalam 40 tahun, dengan jutaan orang dari semua agama turun ke jalan sebagai protes.

Kerusuhan Gujarat yang disebut-sebut Banerjee, terjadi pada 2002 (lihat infografik). Saat itu, Modi menyangkal mendorong kerusuhan itu. Ia dibebaskan dari sangkaan itu oleh pengadilan tertinggi India pada 2012 dan tidak pernah meminta maaf atau menyatakan penyesalan atas kekerasan itu.

Partai penguasa, BJP, merupakan sayap politik Rashtriya Swayamsevak Sangh (RSS), sebuah organisasi paramiliter nasionalis Hindu militan. Kaum militan ini yang berada di balik peristiwa perusakan Masjid Babri di Ayodhya pada 1992. 

Juru bicara pemerintah, Raveesh Kumar, membantah bahwa pemerintahan Modi telah mengobarkan ketegangan agama atau memiliki peran dalam kerusuhan itu. “Ini tidak akurat dan menyesatkan, serta tampaknya ditujukan untuk politisasi masalah ini,” katanya.

 

Rosyid

 

- - - - - -

 

kutipan:

“Saya tidak ragu bahwa ini bukan kebetulan atau kerusuhan spontan. Ini jelas dirancang dan dibangun sebagai bagian dari politik partai yang berkuasa.”

- Harsh Mander, Direktur Centre for Equity Studies, sebuah lembaga riset Delhi

 

“Ini tidak akurat dan menyesatkan, serta tampaknya ditujukan untuk politisasi masalah ini.”

- Raveesh Kumar, Juru Bicara Pemerintah India

 

Box:

 

Cara Modi Menghapus Kekecewaan Trump

  

President Trump menjadi presiden AS ketujuh yang berkunjung ke India. Dalam kunjungan 36 jam itu, Trump disambut gegap gempita oleh tuan rumah Perdana Menteri Narendra Modi. Namun yang tidak diduga, kunjungan itu juga dinodai kekerasan komunal mematikan.

Secara bilateral, tidak ada hasil strategis yang dicapai. Trump gagal memperbaiki kesepakatan dagang kedua negara. Untuk menghilangkan kekecewaan tamunya, PM Modi melakukan presentasi secara mendadak. Menurut Hindustan Times, Modi menggunakan gawai favoritnya, sebuah iPad untuk menjelaskan CAA dan Pasal 370 Konstitusi kepada Presiden AS. CAA ini yang memicu bentrok berdarah di New Delhi.

Terkait perdagangan kedua negara, Modi menunjukkan upayanya mengurangi defisit perdagangan dari US$31 miliar pada 2014 menjadi US$24,2 miliar pada 2018, turun 22%. India juga mengimpor hidrokarbon AS dari nol pada 2013 menjadi US$9 miliar, yang kemungkinan akan mencapai US$12 miliar pada akhir tahun ini. AS mengekspor minyak, batu bara, dan gas alam cair ke India.

Modi kemudian menyoroti impor senjata yang meningkat selama masa jabatan Trump. Dalam beberapa tahun belakangan, kedua negara memperluas kerja sama pertahanan. Adapun kontrak pembelian peralatan militer lebih dari US$3 miliar, termasuk helikopter Apache dan MH-60 Romeo. Modi mengingatkan, daftar belanja militernya masih panjang.

Modi bahkan menyebutkan siswa India berkontribusi hampir US$6 miliar per tahun untuk AS.

 

Rosyid 

 

- - - - - -  

 

Infografis

 

Jejak Pertikaian Horizontal di India 

 

1983: Pembantaian Nellie

Lebih dari 2.000 Muslim, yang dicap sebagai orang asing, tewas di negara bagian Assam di timur laut. Kekerasan ini berlangsung selama enam jam pada 18 Februari.

 

1984: Kerusuhan Anti-Sikh

Selama lima hari, mulai 31 Oktober, diperkirakan 2.800 hingga 8.000 Sikh tewas di seluruh India, setelah Perdana Menteri Indira Gandhi ditembak mati oleh pengawal Sikh. Kekerasan itu berpusat di Delhi.

 

1992-1993: Pembongkaran Masjid Babri/Kerusuhan Bombay

Massa Hindu menyerang dan menghancurkan Masjid Babri yang bersejarah di Kota Ayodhya di negara bagian utara Uttar Pradesh. Masjid ini dibangun oleh Mughal Emperor Babur abad ke-16.

Setelah insiden ini, kerusuhan komunal skala besar terjadi di Mumbai, kota yang menjadi pusat bisnis India. Kerusuhan dimulai 6 Desember dan berlangsung selama sebulan. Sekitar 900 orang tewas dan 2.000 lainnya terluka.

 

2002: Kerusuhan Gujarat

Hampir 1.000 orang, sebagian besar Muslim, tewas di negara bagian Gujarat barat pada 28 Februari. Sekitar 2.500 lainnya terluka akibat pemerkosaan, penjarahan, dan pembunuhan. Sekitar 20.000 rumah dan tempat usaha Muslim dan 360 tempat ibadah dihancurkan. Sekitar 150.000 orang mengungsi.

Kekerasan dua bulan itu terjadi ketika Perdana Menteri Narendra Modi menjabat menteri utama negara. Kerusuhan dimulai setelah Muslim disalahkan atas dugaan pembakaran kereta api yang menewaskan 59 orang Hindu.

 

Sumber: Diolah dari banyak sumber.

 

116