Semarang, Gatra.com—Dalam kunjungan kerja ke Provinsi Jawa Tengah, Komisi IV DPR RI mendesak Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kluster pangan agar mengutamakan kepentingan petani. Usaha yang dilakukannya harus berdampak pada peningkatan kesejahteraan petani. Hal tersebut mengemuka pada rapat kerja yang digelar di kantor PT Perkebunan Nusantara 9 (PTPN 9) di Semarang, Sabtu (29/2).
Menurut Wakil Ketua Komisi IV, Hasan Aminuddin, sebagai perusahaan negara, BUMN di sektor pangan ini tidak hanya berorientasi keuntungan, tapi seberapa besar upaya pembinaannya kepada petani. Ia mencontohkan, PTPN 9 yang 66 persen lahan perkebunan tebunya milik rakyat, harus menjamin tidak hanya menyerap hasil tebu petani, tapi memberikan pembinaan kepada para petani tersebut.
“PTPN harus memberikan perlindungan kepada petani. Petani yang memenuhi syarat untuk mendapatkan pupuk bersubsidi, harus dibantu,” ucapnya.
PTPN 9, lanjut Hasan, diminta tidak membiarkan adanya praktik koordinator yang menguasai lahan tebu petani untuk mendapatkan pupuk bersubsidi.
“Pupuk bersubsidi ini, khusus untuk petani yang lahannya kurang dari dua hektar, kalau ada pihak yang mengkoordinir petani dan mengambil keuntungangan, jangan dibiarkan. Bayangkan kalau dia menguasai 600 hektar lahan dari para petani yang lahannya kurang dari dua hektar, berapa keuntungan yang dia dapat, sementara petaninya tidak dapat kemudahan," tegasnya.
Sementara itu, anggota Komisi IV, Endang Setyawati meminta PT Bedikari untuk mengembangkan komoditas ayam lokal. Sebagai negara dengan kekayaan nutfah nomor dua di dunia, papar Endang, sudah seharusnya digali dan dikembangkan. "Masak untuk Grand Parent Stock unggas, kita harus impor dari Prancis? Padahal kita punya jenis unggas unggul," paparnya.
Hal senada juga diungkapkan anggota Komisi IV lainnya, Mindo Sianipar. Mindset pengelola BUMN sektor pangan agar tidak lagi berorientasi impor, tapi lebih mengutamakan potensi lokal. Ia juga meminta kepada PT Sang Hyang Seri, melakukan pembinaan dan kerja sama dengan para petani penangkar bibit padi yang ada di daerah.
"Banyak penangkar benih di daerah yang sudah memiliki bibit padi yang baik. Ini jika dibina bisa mengembangkan potensi lokal yang ada,"ucapnya.
Semangat mengembangkan potensi lokal inilah, yang menurut Hasan Aminuddin bisa membuat Indonesia mandiri di sektor pangan. Ia juga mendorong pemerintah untuk menghentikan impor bawang putih. Pasalnya beberapa daerah di Indonesia sendiri memiliki potensi pertanian bawang putih yang dianggap mampu mencukupi kebutuhan masyarakat indonesia.
“Komitmen komisi IV akan membuat keputusan politik stop impor bawang putih karena lahan di Indonesia mencukupi untuk ditanami bawang putih,” ungkap Hasan.
Di Kabupaten Temanggung saja, sudah bisa menghasilkan 25 persen dari kebutuhan nasional. Padahal tidak sedikit hamparan lahan yang cocok untuk ditanami bawang putih. Di daerah Bromo, JawaTimur saja empat wilayah yang cocok ditanami bawang putih.
"Jika disetiap kabupaten sendiri masing-masing mampu men-support bawang putih mencapai 25 persen, maka cukuplah empat daerah saja yang mampu mencukupi kebutuhan indonesia sehingga tidak perlu impor bawang putih," ucapnya.
Terkait beredarnya kabar kelangkaan pupuk bersubsidi, Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), Sarwo Edhy, menegaskan ketersediaan pupuk bersubsidi. Menurutnya, tidak ada kelangkaan pupuk bersubsidi. Hanya saja pupuk bersubsidi diperuntukkan bagi petani yang memenuhi syarat, yakni tergabung dengan kelompok tani, luas lahannya kurang dari dua hektar dan telah mengisi Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK).
“Jika sudah mengisi RDKK, jangan khawatir berapapun yang dibutuhkan akan dipenuhi,” tuturnya saat meninjau areal pertanian bawang putih di kawasan Kledung, Temanggung, Jum'at (28/2).
Masyarakat, tambah Sarwo Edhy, tidak perlu khawatir kekurangan pupuk, karena hingga saat ini baru 21 persen pupuk bersubsidi yang sudah diserap, bahkan untuk KabupatenTemanggung baru 15 persen. ada
Hal tersebut diamini Hasan Aminuddin, menurutnya negara menjamin ketersediaan pupuk untuk petani.Isu seolah-olah ada kelangkaan pupuk sengaja dihembuskan pihak tertentu agar tidak ada pembatasan terhadap siapa yang berhak membeli pupuk bersubsidi. “Isu kelangkaan pupuk ini memang permainan petani kaya, yang luas lahannya di atas dua hektar,” pungkasnya.
Hadir dalam pertemuan tersebut Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian, Perwakilan dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, pimpinan PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI), PT Sang Hyang Seri, Bulog, PT Pertani, PT Perinus, PT Pupuk Indonesia, PT Garam, PT Berdikari, Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), juga dari Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah. (Adv)