Jakarta, Gatra.com - Partai Demokrat secara tegas meminta pemerintah menarik RUU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker). Diketahui, RUU itu akan menyederhanakan 79 UU dan merangkum sekira 1.239 pasal menjadi 174 pasal dengan 15 bab di dalamnya. RUU Ciptaker juga memuat 11 kluster pembahasan.
Kepala Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum DPP Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean membeberkan beberapa alasan pihaknya menolak RUU Omnibus Law. Pertama, adanya pasal yang sensitif, yakni Pasal 170.
Ada pun bunyi pasal tersebut adalah "Dalam rangka percepatan pelaksanaan kebijakan strategis cipta kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), berdasarkan Undang-Undang ini Pemerintah Pusat berwenang mengubah ketentuan dalam Undang-Undang ini dan/atau mengubah ketentuan dalam Undang-Undang yang tidak diubah dalam Undang-Undang ini".
Artinya, Presiden berwenang mengubah undang-undang tanpa melalui DPR, bahkan Ferdinand menyebut bisa melalui Peraturan Pemerintah (PP). Hal itu menurutnya melanggar konstitusi yang tercantum dalam Pasal 20 ayat 1 UUD 1945 terkait kuasa DPR dalam membuat undang-undang.
"Jadi kami mendesak pemerintah untuk sementara menarik dulu drafnya, diperbaiki. Terutama Pasal 170, karena Partai Demokrat pasti akan menolak. Tidak mengizinkan pemerintah melakukan eksekusi, bahwa perubahan UU harus tetap melalui jalur legislatif," kata Ferdinand selepas acara diskusi di kawasan Pasar Baru, Jakarta Pusat, Jumat (28/2).
Terkait dengan PP, Ferdinand bersikeras menyebut bahwa peraturan itu merupakan turunan dari UU. Menurutnya, PP tidak boleh ditempatkan selevel dengan UU.
Kedua, Demokrat juga menyoroti upaya pemerintah yang akan menghilangkan syarat-syarat perizinan, seperti Analisis Dampak Lingkungan (Amdal), Izin Membangun Bangunan (IMB) dan sebagainya. Tak berhenti di situ, pemerintah juga akan mengurangi pembayaran kerja buruh, seperti penghilangan upah lembur di sektor tertentu dan penghilangan pembayaran upah saat cuti bagi pegawai wanita. Menurut Ferdinand, kebijakan itu harus dikaji ulang.
"Tujuannya baik supaya negara bisa mendapat dampak positif dari ini, tapi bagi kami kalau melihat cita-cita dan harapan pemerintah atas UU Omnibus Law ini terlalu tinggi ya, ekspektasi terlalu tinggi nanti nggak nyampe," terang dia.
Ferdinand menilai, target pemerintah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi di atas 5-6 persen, penciptaan lapangan kerja sebanyak tiga juta selama setahun, hingga membuka pintu untuk para investor dalam maupun luar negeri, merupakan target yang cukup sulit.
Jika pemerintah tetap bersikeras melanjutkan Omnibus Law, Ferdinand menyebut pihaknya bakal mengawal masalah tersebut, terlebih untuk nasib para buruh. Ia menegaskan jangan sampai buruh dirugikan akibat produk kebijakan itu.
"Nanti di Parlemen akan kita upayakan sedemikian rupa bagaimana supaya hak-hak buruh, tenaga kerja dan masyarakat kita tidak dirugikan termasuk lingkungan kita tidak serampangan dikelola karena permudah (perizinan justru membuat) Amdal hilang, apa ilang. Ini bgmn kita membangun, kalau tanpa analisis dampak lingkumgan segala macam. Nah ini jadi perhatian juga bagi kita," papar dia.
Sayangnya, Ferdinand mengakui bahwa pihaknya tak bisa berbuat banyak di Parlemen, mengingat Demokrat hanya memiliki sedikit kursi di sana. Ia menyebut membutuhkan suara yang banyak agar Omnibus Law Ciptaker itu bisa ditarik oleh pemerintah.
"Tapi upaya kami memang di Parleman tidak bisa berbuat banyak, karena kami sangat minoritas sekali di sana. Sementara koalisi pemerintah sangat kuat," keluhnya.