Jakarta, Gatra.com - Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai rencana pemerintah untuk menurunkan harga gas industri menjadi US$ 6 per million British Thermal Unit (MMBTU ) atau setara dengan Rp85.662 per MMBTU (asumsi Rp 14,277 per USD) harus diseimbangkan dengan penerimaan pajak industri.
Menurut Tauhid Ahmad penurunan harga gas akan mengurangi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor minyak bumi dan gas (migas). Untuk itu, diperlukan penambahan pajak dari industri yang menggunakan bahan bakar gas tersebut.
"Harus diseimbangkan, antara penerimaan di hulu dengan pajak industri," katanya melalui rilis yang diterima Gatra, Jumat (28/2).
Lebih jauh, Tauhid mengingatkan, sebelum diputuskan besaran penurunan harganya, pemerintah harus menghitung secara cermat dampaknya dan itu harus realistis.
"Saya kira harus realistis, mungkin tidak US$ 6 per MMBTU, tapi di harga yang paling menguntungkan semua pihak," lanjutnya.
Sebagai negara eksportir gas, Tauhid menilai harga gas industri Indonesia tergolong mahal. Namun ia beralasan mahalnya harga gas itu salah satunya karena lokasi sumber gas yang berada di pulau-pulau yang menguras harga produksi. Sementara itu, 70% harga gas hilir dipengaruhi oleh harga gas di hulu tersebut.
“Saat ini harga gas industri berada pada rentang US$ 9 - US$ 12 atau sekitar Rp125.676-Rp167.568 per MMBTU. Angka itu jauh di atas harga gas internasional yang berkisar US$ 5 per MMBTU - US$ 4 per MMBTU atau cenderung berdekatan dengan fluktuasi harga minyak dunia," tutur Tauhid.
Ia kemudian mencontohkan di Thailand harga gas di hulu sebesar USD 7 per MMBTU dan Malaysia sebesar USD 5,5 per MMBTU. Bahkan, China yang notabene memiliki ekonomi kuat pun mematok harga gasnya di USD 8 per MMBTU. Belum termasuk biaya penyaluran gas melalui pipa atau non pipa. Sementara harga gas di Singapura justru di atas USD 15 per MMBTU.
Terkait dengan wacana penurunan harga gas ini, sesuai Perpres Nomor 40 tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi, terdapat tujuh industri yang berhak mendapatkan harga gas US$ 6 per MMBTU, yaitu pupuk, petrokimia, oleochemical, industri baja, industri keramik, industri kaca, dan industri sarung tangan karet.