Wonogiri,Gatra.com - Kaolin, kalsit, baras, cairan mikroba, dan kotoran kelelawar menjadi bahan dasar pembuatan pupuk palsu di wilayah Kabupaten Wonogiri dan Gunung Kidul.
Hal tersebut dikatakan oleh Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol Rycko Amelza Dahniel usai menggerebek produksi pupuk palsu tersebut, Kamis (27/2). "Para pelaku mencampur kotoran kelelawar dengan pupuk yang asli supayaa baunya mirip dengan pupuk yang asli," ujarnya.
Ia menjelaskan, ketujuh pabrik pupuk palsu ini memiliki omzet hingga milayaran rupiah per bulannya. "Omzetnya besar sekali, sekitar Rp1,2 miliar per bulan," ujarnya.
Tak hanya di wilayah Klaten dan Wonogiri, pupuk abal abal ini juga menyasar para petani di Kebumen hingga Jawa Timur.
Ia menjelaskan, pengungkapan kasus ini bermula dari adanya laporan para petani di Klaten yang mencurigai pupuk yang mereka beli dari tersangka Suparlan dan Achmad Yani adalah pupuk palsu.
"Karena ada kelangkaan pupuk di Klaten akhirnya mereka para petani mau membeli pupuk jenis Phonska sebanyak 7 ton atau 383 sak dari tersangka dengan harga Rp120.000 persak. Setelah diselidiki yang mereka beli memang pupuk palsu," paparnya.
Usai melalukan serangkaian penyelidikan, lanjutnya, pihaknya menemukan 3 pabrik pupuk palsu di Gunung Kidul, dan 4 pabrik palsu di Wonogiri masing masing milik Farid Giri dan Teguh Suparman.
"Kita temukan ada ratusan ton pupuk palsu di 7 pabrik tersebut dengan omzet jutaan rupiah," ucapnya.
Disisi lain, Bupati Wonogiri Joko Sutopo mengaku prihatin dengan adanya kasus ini. Menurutnya kasus imi merupakan kali pertama terjadi di wilayah kerjanya.
"Saya atas nama Bupati Wonogiri meminta maaf yang sebesar besarnya kepada masyarakat yang merasa telah dirugikan. Saya juga berterimakasih kepada petugas kepolisan yang akhirnya mengungkap kasus ini dan memberikan ketenangan kepada masyarakat," tuturnya.
Untuk mempertanggung jawabkan kejahatannya, tersangka bakal dijerat dengan pasal 122 juncto pasal 73 UU nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem budidaya Pertanian Berkelanjutan dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp 3 miliar.
Pasal 120 ayat (1) Juncto pasal 53 ayat (1) huruf b UU Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp3 miliar dan pasal 106
Dan, atau pasal 114 UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar.