Kendari, Gatra.com - Banjir bandang menerjang hunian sementara (huntara) Desa Puusuli, Kecamatan Andowia, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra), Rabu (26/2). Akibatnya, huntara warga yang jadi korban banjir 2019 lalu terendam dan bercampur lumpur.
Salah satu penyebab banjir ini disebut akibat aktivitas pertambangan nikel yang tak jauh dari huntara. Potongan kayu sisa aktivitas perusahaan tambang menutup aliran sungai sehingga meluap ke pemukiman.
Gubernur Sultra, Ali Mazi, menegaskan akan segera mengevaluasi izin usaha pertambangan (IUP) yang ada di Konawe Utara. Apalagi, kata dia, kewenangan perizinan tambang ada di provinsi.
Ali Mazi mengungkapkan, pihaknya telah melakukan perbaikan terhadap 87 IUP dari total 393 IUP yang ada di Sultra. Perbaikan itu dilakukan untuk memastikan seluruh IUP yang beroperasi dapat memenuhi seluruh persayaratan yang berlaku.
“Inilah yang selalu kita upayakan. Kalau terjadi banjir ya karena memang curah hujan yang tinggi, Jakarta juga banjir. Olehnya kita perlu berhati-hati utamanya saat mendirikan bangunan, ya tertiblah. Harus mengurus IMB, Amdal," ujarnya.
Dia memastikan, pihaknya tidak akan menerbitkan IUP baru. Sebab saat ini, IUP yang ada di Sultra sudah terlalu banyak.
“IUP baru ini biar kita jungkir balik tidak ada lagi, tinggal kita lakukan perbaikan apakah ada yang kita cabut atau kita perbaiki. Karena sudah lebih luas IUP dibanding Sultra ini, sampai di luat bahkan sudah ada IUP," tandasnya.
Sementara, Kabid Kedaruratan Badan Penaanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Konawe Utara, Djasmiddin, menjelaskan banjir bandang itu terjadi pada Rabu (26/2) sekira pukul 16.00 Wita.
"Hujan lebat terjadi kemarin sore, sehingga menyebabkan sungai kecil yang ada di depan huntara tidak dapat menampung debit air yang besar, di tambah ada jembatan kecil yang tertutup potongan kayu. Itulah yang menyebabkan air naik ke permukiman huntara,” terangnya.
Djasmiddin menyebu, salah satu faktor terjadinya banjir karena aktivitas pertambangan yang pernah terjadi di daerah tersebut.
"Ada kelalaian pihak perusahaan tambang," katanya.
Djasmiddin mengungkapkan, ada 97 kepala keluarga rumahnya terendam banjir. Pihaknya bersama dengan Dinas Lingkungan Hidup Konawe Utara sudah menurunkan alat berat untuk membersihkan material banjir di sekitar huntara.
“Air sudah surut, begitu hujan berhenti. Kita turunkan alat berat untuk membersihkan material banjir dan melakukan pelebaran sungai," ucapnya.
Salah seorang korban, Udin, menerangkan banjir yang menerjang huntara tidak hanya bercampur lumpur tetapi juga terdapat material ore nikel yang berasal dari penampungan perusahaan tambang yang ada di hulu sungai.
“Di atas sana kan ada penampungan nikel perusahaan tambang. Jadi pas terjadi banjir, ore nikel ikut terseret ke pemukiman kami," pungkasnya.