Jakarta, Gatra.com - Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Asnil Bambani mengaku pihaknya menolak seluruh bentuk RUU Omnibuslaw, terutama Cipta Kerja. Setidaknya penolakan itu dilandasi oleh dua hal.
Pertama, Asnil mengaku khawatir jika RUU tersebut bukan menciptakan lapangan kerja, tapi justru memberangus pekerjaan para pekerja media, terlebih yang selama ini bisnis perusahaannya sudah surut. Ia mengatakan, jika RUU itu disahkan, maka kemungkinan pesangon yang diberikan kepada para pekerja media yang di-PHK atau keluar akan terpangkas.
"Saya melihat yang diselesaikan itu bukan bagaimana bisnis media ini bisa berkembang, tapi kok malah dibunuh dengan cara aturan Omnibuslaw ini yang dikeluarkan, karena aturan pesangon, mungkin nanti bisa dijelaskan seperti apa pesangon kita terpangkas hampir 50 persen. Itu yang menjadi kekhawatiran kita di AJI Jakarta itu dari sisi kami di AJI sebagai buruh," kata Asnil di Sekretariat AJI Jakarta, Kalibata, Jakarta Selatan, Kamis (27/2).
Sementara alasan kedua, awalnya Asnil menjelaskan soal status jurnalis yang dilindungi UUD. Asnil mengklaim status jurnalis tak lepas dari perjuangan AJI pada era Orde Baru, 1994, yang keberadaannya masih tak bebas di bawah kendali Soeharto. AJI, lanjutnya, meminta kebebasan berpendapat, terutama untuk menulis hingga akhirnya turut terjun dalam reformasi.
Pascareformasi, Asnil menyebut itu adalah masa-masa kebebasan pers. Ia menambahkan, kebebasan pers sendiri diatur melalui regulator khusus, yakbi Dewan Pers. Artinya, jurnalis pun harusnya bekerja sesuai UU Pers yang terbentuk melalui Dewan Pers itu, bukan melalui Omnibuslaw.
"Tapi kemudian ketika ada Omnibuslaw, salah satu pasal di RUU tersebut menyebutkan bahwasanya akan ada sanksi di situ. Sanksi bagi media yang melakukan pelanggaran, misal tidak mau memberikan hak jawab. Selain sanksi pidana nilainya naik, Rp500 juta di UU Pers, di RUU Omnibus Law itu naik jadi Rp2 miliar," terang dia.
Bahkan, lanjut dia, sanksi terhadap media juga diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP). Asnil pun mempertanyakan mengapa PP turut mengatur ihwal sanksi tersebut, sebab menurutnya segala peraturan terkait kegiatan jurnalistik sudah lengkap tercantum di UU Pers.
Lebih lanjut, Asnil menegaskan pihaknya tidak mau terjebak dengan pembahasan tiap pasal RUU Omnibuslaw Ciptaker. Karena selama proses perancangan itu, Asnil menyebut AJI tidak dilibatkan dengan pembahasan dan penyusunan regulasi tersebut.