Jakarta, Gatra.com - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mendalami hasil bukti elektronik berupa percakapan terkait kasus dugaan suap penerimaan hadiah atau janji terkait penetapan anggota DPR terpilih 2019-2024, Kamis, (27/2).
Setelah sebelumnya mendalami bukti elektonik dari Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan seorang satpam atas nama Nurhasan. Kali ini KPK mendalami alat bukti dari advokat Doni Tri Istiqomah.
"Diperdalam terkait dengan konfirmasi percakapan yang ada di bukti elektronik. Ini hampir sama kemarin pertanyaan dengan Pak Hasto Kristiyanto. Jadi memang kemudian mengkroscek bukti percakapan yang ada di bukti barang bukti elektronik, yang telah disita oleh penyidik KPK termasuk barang bukti yang ditemukan pada saat operasi tangkap tangan," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK Jakarta, Kamis (27/2).
Meski Ali enggan mengkonfirmasi apa saja isi percakapan antar siapa dalam alat bukti tersebut.
"Tentunya tentang apa apa bunyi percakapannya, apa pengetahuan saksi terkait itu nanti, bisa dilihat secara terbuka ketika perkaranya sudah dilimpahkan ke persidangan. Apa percakapannya, siapa ngomong apa, Siapa mengatakan apa. Nanti baru bisa dilihat atau bisa didengar ataupun bisa di buka di dalam persidangan," jelas Ali.
Diketahui KPK telah menetapkan 4 orang tersangka. Sebagai penerima Wahyu Setiawan, Komisioner Komisi Pemilihan Umum; Agustiani Tio Fridelina, Mantan Anggota Badan Pengawas Pemilu orang kepercayaan Wahyu. Sebagai pemberi Harun Masiku dan Saeful.
Sementara tersangka Harun masih belum diamankan karena belum diketahui keberadaannya dan Harun Masiku masih menjadi Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh KPK.
KPK menduga Wahyu Setiawan bersama Agustiani Tio Fridelina menerima suap dari Harun Masiku dan Saeful. Setelah diselidiki, total suap yang diminta Wahyu mencapai Rp900 juta agar Harun dapat ditetapkan oleh KPU sebagai anggota DPR menggantikan caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia pada Maret 2019 lalu.