Jakarta, Gatra.com - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini meminta DPR untuk mengkaji sistem pemilu serentak dipisah jadi dua tingkatan, karena sistem pemilu tersebut tidak efektif dan kurang efisien.
Titi menjelaskan, Perludem mendukung pemilu serentak, namun menekankan pemilu tersebut dipisah menjadi dua gelombang, yaitu menjadi pemilu serentak nasional dan pemilu serentak daerah.
"Jadi yang kami minta itu pemungutan suaranya tetap serentak tapi dibagi dalam dua pola. Pertama pemilu serentak nasional memilih DPR, Presiden, DPD. Dan dua tahun setelahnya pemilu serentak nasional dilakukan itu, kita adakan pemilu serentak daerah memilih DPRD Provinsi dan Kepala Daerah Provinsi, lalu DPRD Kabupaten/Kota dan Kepala Daerah Kabupaten/Kota," jelas Titi, di Jakarta, Kamis (27/2).
Titi mengatakan sistem Pemilu 2019 yang berupa lima kotak suara tidak efektif dan efisien karena membuat pemilih kesulitan. Titi mencontohkan dengan adanya surat-surat suara yang tidak sah.
"Pemilu lima suara terbukti membuat pemilih kesulitan memberikan suara. Suara tidak sah kita di pemilu lalu sangat tinggi, DPD 19 persen, DPR 11 persen. Menandakan apa? Pemilih kesulitan," kata Titi.
Mahkamah Konstitusi (MK) telah menolak menolak pokok petitum yang diminta Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), yakni memohon agar MK menyatakan bahwa pemilu serentak yang konstitusional adalah pemilu serentak yang nasional, untuk memilih Presiden, DPR, dan DPRD, baru setelahnya dilaksanakan pemilu serentak lokal untuk memilih Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, bersamaan dengan DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Titi menyebut tetap memberikan apresiasi terhadap putusan MK yang turut memberikan pondasi dan batasan yang sangat kuat terhadap sistem penyelenggaraan pemilu serentak ke depan.
Titi pun menegaskan opsi pemilu serentak nasional dan serentak daerah merupakan opsi yang sesuai dengan 6 opsi sistem pemilu dalam putusan MK tersebut. Dia kemudian meminta kepada DPR untuk menjadikan putusan tersebut sebagai arah dalam merevisi UU Pemilu.
"Pilihan yang sejalan dengan rambu-rambu adalah pemilu serentak nasional dan daerah. Tapi rambu-rambu yang sudah diberikan MK itu mesti jadi pintu masuk yang dipegang oleh pembuat UU, DPR dan pemerintah yang saat ini sedang merevisi UU Pemilu. Jadi UU pemilu itu sudah mendapatkan fondasi baik tentang arah mereka harus membahas," ujar Titi.
Berikut merupakan opsi sistem pemilu dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVII/2019:
1. Pemilihan umum serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, dan anggota DPRD.
2. Pemilihan umum serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, Gubernur, dan Bupati/Walikota.
3. Pemilihan umum serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, anggota DPRD, Gubernur, dan Bupati/Walikota.
4. Pemilihan umum serentak nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden; dan beberapa waktu setelahnya dilaksanakan Pemilihan umum serentak lokal untuk memilih anggota DPRD Provinsi, anggota DPRD Kabupaten/Kota, pemilihan Gubernur, dan Bupati/Walikota.
5. Pemilihan umum serentak nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden; dan beberapa waktu setelahnya dilaksanakan Pemilihan umum serentak provinsi untuk memilih anggota DPRD Provinsi dan memilih gubernur; dan kemudian beberapa waktu setelahnya dilaksanakan pemilihan umum serentak kabupaten/kota untuk memilih anggota DPRD Kabupaten/Kota dan memilih Bupati dan Walikota.
6. Pilihan-pilihan lainnya sepanjang tetap menjaga sifat keserentakan pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPD, dan Presiden/Wakil Presiden.