Home Internasional Kekerasan di India Tewaskan 25 Orang

Kekerasan di India Tewaskan 25 Orang

New Delhi, Gatra.com - Setidaknya 25 orang telah tewas dan ratusan lainnya luka-luka dalam kekerasan yang terjadi di Ibu Kota India, New Delhi yang dimulai pada Minggu (23/2) lalu.

Dilansir Al Jazeera, polisi dan pasukan militer tampak berpatroli di jalan-jalan dengan jumlah pasukan yang jauh lebih besar pada Rabu (26/2). Sebagian daerah yang dilanda kerusuhan telah ditinggalkan penduduk.

Perdana Menteri India, Narendra Modi meminta masyarakat agar tetap tenang. Kekerasan terparah selama sedekade yang diakibatkan perpecahan golongan agama ini mendorong pemerintah memberlakukan jam malam militer.

Keputusan Modi datang setelah dikritik oleh partai-partai oposisi atas kegagalan pemerintah untuk mengendalikan kekerasan, meskipun aparat telah menggunakan gas air mata, pelet dan granat asap.

Sementara itu, Sonia Gandhi, Presiden partai oposisi Kongres, menuntut pengunduran diri Menteri Dalam Negeri Amit Shah, yang secara langsung bertanggung jawab atas hukum dan ketertiban di Ibu Kota.

Kekerasan itu juga membuat Rumah Sakit Guru Teg Bahadur (GTB) dipenuhi oleh banyak korban yang terluka. Direktur GTB, Sunil Kumar, mengatakan kepada kantor berita AFP pada Rabu (26/2) bahwa hampir 60 orang mengalami luka tembak.

Elizabeth Puranam dari Al Jazeera, melaporkan dari New Delhi, mengatakan "Orang-orang bertanya mengapa (kekerasan berlangsung) selama empat hari. Delhi memiliki pasukan polisi 84 ribu, saya percaya, namun kekerasan ini dibiarkan berlanjut."

Sementara bentrokan menghantam bagian-bagian Ibu Kota, Modi justru menjadi tuan rumah resepsi mewah untuk Presiden Amerika Serikat Donald Trump di Ibu Kota pada Selasa (25/2) lalu, menyusul rapat umum di negara bagian asalnya, Gujarat, pada Senin (24/2), dihadiri oleh lebih dari 100 ribu orang.

Sebelumnya, kekerasan pecah setelah ribuan orang menentang undang-undang baru yang disahkan oleh pemerintah nasionalis Hindu. Undang-undang Amendemen Kewarganegaraan (CAA) memudahkan agama minoritas lain, kecuali Muslim, dari beberapa negara tetangga yang didominasi Muslim untuk mendapatkan kewarganegaraan India.

Para kritikus mengatakan hukum itu bias dan diskriminatif terhadap Muslim dan merusak konstitusi sekuler India. Partai Bharatiya Janata Modi telah membantah memiliki bias terhadap 180 juta Muslim India.

Undang-undang kewarganegaraan telah memicu protes nasional berbulan-bulan, serta bentrokan yang menewaskan lebih dari 25 orang pada Desember 2019 lalu. Pada hari Rabu, Kongres Gandhi menuduh tokoh-tokoh BJP memberikan "pidato yang menghasut menyebarkan suasana kebencian dan ketakutan", termasuk dalam pemilihan kota Delhi bulan ini.

Sejak memenangkan masa jabatan kedua, pemerintah Modi telah mencabut otonomi parsial Kashmir, satu-satunya negara bagian dengan mayoritas Muslim di India, dan mengatakan ingin melakukan pendaftaran warga negara secara nasional untuk menyingkirkan "penyusup".

Langkah-langkah ini, ditambah hukum kewarganegaraan, telah memicu kekhawatiran bahwa rencana utama Modi adalah untuk membentuk kembali India sebagai negara Hindu. Namun ia membatahnya.

Politikus berusia 69 tahun itu dituduh tidak melakukan apa pun untuk menghentikan kerusuhan agama pada tahun 2002 sebagai kepala menteri Gujarat ketika sekitar 1.000 orang tewas yang kebanyakan korbannya adalah Muslim. 

 

156