Jakarta, Gatra.com - Mahkamah Konstitusi (MK) telah menolak pokok petitum yang diminta Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), yakni memohon agar MK menyatakan bahwa pemilu serentak yang konstitusional adalah pemilu serentak yang nasional, untuk memilih Presiden, DPR, dan DPRD, baru setelahnya dilaksanakan pemilu serentak lokal untuk memilih Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, bersamaan dengan DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengatakan bahwa pihaknya tetap memberikan apresiasi terhadap putusan MK yang turut memberikan pondasi dan batasan yang sangat kuat terhadap sistem penyelenggaraan pemilu serentak ke depan.
“Kami ditolak, tapi kami bahagia dalam putusan ini. Karena MK mengamini argumen dan permohonan Perludem," kata Titi pada gelaran diskusi media di Jakarta (27/2).
Titi menyebut berdasarkan pertimbangan hukum yang dikonstruksikan oleh MK tersebut terdapat beberapa hal penting yang sangat prinsip dalam sistem penyelenggaraan pemilu serentak.
Pertama, MK menyatakan bahwa Pemilu serentak 5 kotak bukanlah satu-satunya gagasan yang berkembang ketika perubahan UUD 1945. Kedua, MK tidak lagi membeda-bedakan rezim pemilihan, utamanya adalah rezim pemilu dan pemilihan kepala daerah.
Perludem kata Titi menarik tiga kesimpulan yang mendasari amar putusan MK: Pemilu yang konstitusional di Indonesia adalah Pemilu yang dilaksanakan secara serentak antara pemilihan eksekutif dengan pemilihan legislatif.
“Pembentuk undang-undang, DPR dan pemerintah, segera membukakan kanal partisipasi masyarakat, dan seluruh kelompok kepentingan seluas-luasnya, untuk memberikan masukan, melakukan simulasi, dan menghitung segala kemungkinan dengan cermat dan hati-hati, sebelum menentukan pilihan model pemilu serentak mana yang akan dipilih,” katanya.
Sehingga lanjut Titi perdebatan terhadap apakah pemilu serentak perlu diubah atau tidak, dapat dialihkan kepada pendalaman dan perdebatan yang jauh lebih penting: model pemilu serentak mana yang lebih memberikan penguatan terhadap daulat rakyat, sistem presidensial, dan integritas demokrasi Indonesia ke depan.