Yogyakarta, Gatra.com - Wali Kota Yogakarta Hariyadi Suyuti membantah keterlibatan istrinya dalam proyek saluran air hujan di Kota Yogyakarta. Inisial H yang disebut mendapat aliran uang terima kasih proyek juga ditampik Haryadi.
Hal ini dikemukakan Haryadi usai menjadi saksi di sidang lanjutan soal suap proyek saluran air hujan Jalan Supomo, di PN Tipikor Yogyakarta, Rabu 26/2) garapan Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Kawasan Permukiman (PUPKP) senilai Rp8,3 miliar.
Terdakwa kasus ini hasil operasi tangkap tangan KPK, medio 2019, yakni dua jaksa, Eka Safitra dan Satriawan Sulaksono, yang menerima suap dari kontraktor Gabriella Yuan Anna Kusuma, Rp221 juta.
Pada sidang sebulan silam, 22 Januari 2020, kontraktor Anna yang telah divonis bui 1,5 tahun itu bersaksi bahwa istri Wali Kota Yogyakarta Haryadi, Tri Kirana Muslidatun, “membawa” perusahaan untuk ikut tender proyek saluran air Jalan Supomo.
"Saya mengklarifikasi, kaitannya dengan istri saya yang disebut-sebut membawa salah satu rekanan dalam onteks ini. Silakan dibuktikan melalui BLP (Bagian Layanan Pengadaan). Istri kenal juga tidak, datang ke BLP juga tidak,” ujar Haryadi.
Selain soal istrinya, Haryadi juga menampik sejumlah hal yang disebut oleh saksi lain dari Dinas PUPKP, seperti jatah 0,5% untuk wali kota. “Keterangan persidangan yang menyatakan saya melalui kadinas minta 0,5 % itu tidak benar dan saya tidak pernah minta dan menerima itu,” ujarnya.
Ia bahkan menyatakan bakal membahas sanksi untuk anak buahnya yang menerima dana tak jelas. “(Sanksi) kita bicarakan pasca-sidang ini, satu-satu dulu,” kata dia.
Haryadi juga menampik dirinya adalah inisial H yang ditunjukkan KPK di sidang dan disebut anak buahnya menerima aliran fee proyek. Saya sudah sampaikan tadi (di sidang), masak diulang. Kamu kayak PU (penuntut umum) aja,” kata Haryadi ke wartawan.
Untuk menekankan dia tak terlibat, Haryadi mengingatkan momen di sidang saat ia salah tunjuk Satriawan sebagai Eka ketika ditanya kuasa hukum terdakwa. “Saya enggak tahu tho. Yang mana Eka, mana Satriawan. Yang (momen) itu, ngguyu (tertawa) tho. Itu membuktikan saya tidak tahu sebelum dan pasca-OTT terhadap 2 terdakwa tersebut,” kata dia.
Haryadi menjadi saksi bersama Ketua DPRD Kota Yogyakarta 2014-2019 Sujanarko dan Ketua Komisi C kala itu Christiana Agustiani mulai jam 10.00 hingga 13.20. “Saya harap sidang mencapai tujuannya mendapat kebenaran dari saksi-saksi,” kata Haryadi.
Jaksa penuntut umum KPK Luki Dwi Nugroho mengingatkan Haryadi bahwa ada konsekuensi hukum jika memberi kesaksian palsu. “Beliau kan disumpah. keterangan yang disampaikan saksi sebelumnya kami coba klarifikasi seperti arahan Kepala Dinas untuk mengumpulkan sejumlah uang untuk inisial H. Itu hak yang bersangkutan (untuk membantah),” kata dia.
Menurutnya, ada pasal yang mengatur sanksi untuk saksi yang memberi keterangan tak sebenarnya. “Itu kesaksian palsu ada pasal tersendiri. Beliau juga memberi keterangan di bawah sumpah. Itu silakan saja,” kata Luki usai sidang.
Luki mengungkap, dalam berita acara pemeriksaan Haryadi sebelumnya, Haryadi menyatakan tidak banyak tahu tentang saluran air di Jalan Supomo. “Bahwa ada peran beliau di sana, kami tidak sampai ke sana. Kami sebatas mengonfirmasi sepengetahuan beliau,” ujarnya.
Adapun dugaan kasus-kasus di luar proyek di Jalan Supomo, KPK membuka peluang untuk diungkap. “Penyelidikan lebih lanjut bukan domain kami, tapi kalau ditemukan fakta signifikan menjadi sebuah kasus, itu memungkinkan saja. KPK perlu analisis bukti terkait,” ujarnya.