Batanghari, Gatra.com - Dana hibah Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Batanghari, Jambi sebesar Rp8,5 miliar yang berasal dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Batanghari mendapat sorotan pengamat politik, Arfa'i.
"Menurut sayo ada prinsip dalam penyusunan anggaran itu adalah kemampuan keuangan daerah dan rasionalitas berbasis kebutuhan," kata Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Jambi kepada Gatra.com, Rabu (26/2).
Menurut Arfa'i, dalam penyusunan anggaran, Bawaslu Kabupaten Batanghari sudah ada pedoman yang menjadi acuan, yakni terkait dengan mata anggaran yang bersifat tetap atau final tak bisa diubah-ubah.
"Misalnya honor perangkat penyelenggara. Sementara anggaran yang lain bisa saja dilakukan penyesuaian sesuai dengan kemampuan anggaran," ujarnya.
Ia berkata apakah anggaran yang diberikan Pemkab Batanghari ke Bawaslu yang begitu besar tersebut apakah sudah sesuai dengan kebutuhan rasional atau tidak. Ini mesti dipublikasikan secara transparan oleh Pemkab Batanghari melalui Badan Keuangan Daerah.
"Sebab yang memberikan hibah itu adalah Pemkab Batanghari, sedangkan Bawaslu sifatnya adalah user atau pemakai," ucapnya.
Arfa'i turut menyoroti apa yang menjadi dasar pertimbangan Pemkab Batanghari memberikan anggaran sebesar Rp8,5 miliar? Apakah dalam setiap item anggaran saat pembahasan di Bappeda dan Badan Keuangan Daerah telah memenuhi unsur rasionalitas sesuai kebutuhan?
"Atau ada tangan kuat yang memerintahkan untuk memberikan apa saja yang diusulkan oleh Bawaslu," ucapnya.
Konteks ini menurut Arfa'i yang mesti transparan. DPRD Kabupaten Batanghari sebagai mitra pemerintah khususnya Komisi II yang bermitra dengan Badan Keuangan Daerah, mesti meminta penjelasan dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) pimpinan M. Azan.
"Sedangkan untuk Bawaslu, DPRD mesti melakukan melalui lintas Komisi meminta penjelasannya, sebab anggaran tersebut juga diawali dengan pembahasan di DPRD. Apakah hal ini sudah sesuai dengan usulan awal atau ada penjelasan lain," katanya.
Arfa'i bilang pada prinsipnya pengawasan pilkada memang membutuhkan dana yang besar untuk efektif. Namun perlu juga rasionalitas kebutuhan anggaran, kemampuan daerah, evaluasi kinerja dari pengawasan Bawaslu pada pemilu sebelumnya terkait dengan besaran dana dalam pengawasan.
"Semua itu dilandasi prinsip utama, yakni transparansi. Bawaslu mesti menjelaskan hasil evaluasi mereka pada pemilu sebelumnya, sehingga ada dasar untuk membutuhkan dana yang besar atau penambahan dana," katanya.
Pemkab Batanghari juga harus menjelaskan dasar pertimbangan dalam memberikan setiap item jumlah anggaran. Hal ini dilakukan agar semua orang bisa paham bahwa anggaran Bawaslu yang diberikan melalui dana hibah memang rasional untuk diberikan sebesar itu.
"Jangan sampai memberikan anggaran pada satu badan yang besar sementara ada kebutuhan mendasar rakyat yang lainnya diabaikan. Maka DPRD mesti perkuat pengawasan dalam hal ini," ujarnya.
Ia berujar tak salah Pemkab Batanghari memberikan dana hibah Pilkada serentak kepada Bawaslu Batanghari sebesar Rp8,5 miliar. Tapi harus ada pertimbangan dengan kemampuan keuangan daerah. Apalagi pada tahun anggaran 2019, Pemkab Batanghari tidak mampu membayar kegiatan sebanyak 19 OPD.
"Saya kira dengan adanya penundaan pembayaran itu, maka Pemkab Batanghari mesti menjelaskan ke publik perihal anggaran Bawaslu ini. Mulai dari perencanaan, penyusunan anggarannya sampai pada dasar pertimbangannya," ujarnya.
Arfa'i berkata kebutuhan Bawaslu Kabupaten Batanghari mesti diverifikasi ulang. Apakah benar sebesar itu kebutuhannya? Jangan sampai masalah anggaran ini menjadi tanda tanya di masyarakat.