Cilacap, Gatra.com – Lebih dari 6.000 hektare sawah di Kabupaten Cilacap tak masuk dalam peta luasan sawah daerah. Pasalnya, meski secara faktual berupa sawah produktif, akan tetapi statusnya untuk peruntukan lain.
Kepala Bidang Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Dinas Pertanian Cilacap, Sigit Widayanto mengatakan, berdasarkan pemetaan terakhir, luas total sawah eksisting di Cilacap adalah 64.150 hektare. Akan tetapi, ada sekitar 6.000 hektare sawah yang berstatus lain.
Dia mencontohkan, di Cimrutu, Kecamatan Patimuan, secara faktual adalah sawah. Akan tetapi, statusnya adalah kawasan hutan. Kondisi serupa juga terjadi di Desa Bulupayung dan sejumlah desa kecamatan yang sama.“Jadi itu sawah tetapi statusnya adalah kawasan hutan,” katanya.
Selain itu, ada pula kawasan yang kondisi faktualnya sawah, akan tetapi peruntukannya permukiman, kawasan industri, dan lain sebagainya. Jumlah keseluruhan sekitar 6.000 hektare.
Sigit mengemukakan, lantaran sudah dikurangi sawah berstatus lain itu, di Cilacap secara definitif terdapat 58 ribu hektare lebih sawah produktif. Dari luasan tersebut, 53 ribu hektare di antaranya adalah sawah berstatus dipertahankan, atau kategori Lahan Pangan Perkelanjutan (LP2B). Adapun 5.000 hektare lainnya adalah kategori lahan cadangan atau LC2B.
Dengan luasan ini, Cilacap diyakini masih akan terus jadi penyangga pangan nasional. Terlebih, infrastruktur pendukung, seperti jaringan irigasi terus dibangun. Selain itu, petani Cilacap juga mulai bertani dengan cara modern.
“Sarana Produksi Pertanian (Saprotan) di Cilacap sebagian besar sudah modern. Itu untuk menjaga produktivitas gabah per tahun,” ujarnya.
Per tahun produksi gabah Cilacap berkisar di angka 900 ribu ton. Bahkan, pada 2019 lalu, meski terdampak kekeringan parah, Cilacap masih bisa surplus sekitar 200 ribu ton gabah.