Solo, Gatra.com – Cotton Council International (CCI) atau yang dikenal dengan Cotton USA memperkirakan tak ada perbedaan saat status Indonesia di Amerika Serikat berubah dari negara berkembang menjadi negara maju. Pasalnya hubungan kedua negara ini dalam bidang industri tekstil berjalan baik dan saling membutuhkan.
Hal ini disampaikan oleh Program Representative CCI untuk Indonesia, Anh Dung Do dalam seminar The Economics of The Mills oleh Rieter dan Recent Discoveries about the Quality of US Cotton oleh CCI yang digelar di Kota Solo, Selasa (25/2/2020). Menurutnya sampai saat ini Amerika masih mau menerima banyak barang dari Indonesia. Begitu pula Indonesia, banyak membeli US Cotton dari Amerika. ”Memang ada perang dagang antara China dan Amerika, namun Amerika tidak ada masalah dengan Indonesia,” ucapnya.
Salah satu fasilitas yang bisa dinikmati oleh negara berkembang adalah keringanan bea masuk saat mengekspor produk ke Amerika yang dikenal sebagai fasilitas Generalized System of Preferences atau GSP. Saat ini Indonesia sudah dikeluarkan dari status negara berkembang oleh Amerika. ”Namun sejaun ini Indonesia masih bisa menikmati preference dari Amerika. Keuntungan tergantung pada negosiasi dari kedua belah pihak. Hal ini biasa bagi orang bisnis, apalagi saat ini ekonomi di Amerika sedang dalam kondisi baik,” ucapnya.
Apalagi selama ini pasokan kapas dari Amerika Serikat ke Indonesia cukup tinggi jumlahnya. Dalam satu tahun Amerika Serikat memasok kapas ke Indonesia hingga US$500 juta. ”Kalau ukuran kapasnya mencapai 1 million bales (juta bal),” ucapnya.
Apalagi saat ini ada 40 perusahaan tekstil di Indonesia yang sudah berlangganan kapas dari Amerika Serikat. Sebab perusahaan-perusahaan ini mengerti mengenai kualitas. ”Mereka (perusahaan tekstil Indonesia) membeli kapas di kami, kemudian memproses dan mengekspor kembali ke Eropa, Amerika dan dunia. Kami senang bekerjasama dengan Indonesia,” ucapnya.
Apalagi Indonesia memiliki tenaga kerja dengan harga yang kompetitif. Kebijakan yang memindahkan sebagian industri garmen dari Jawa Barat ke Jawa Tengah jadi lebih menguntungkan. ”Selain harganya tenaga kerja lebih kompetitif, di Jawa Tengah orang-orangnya juga lebih ramah dan sopan,” ucapnya.