Jakarta, Gatra.com - Sekretaris Jendereal Asosiasi Jalan Tol Indonesia (ATI), Kris Ade Sudiyono, menagatakan, Over Dimension dan Over Load (ODOL) menjadi pemicu membengkaknya anggaran biaya perbaikan jalan tol. Pasalnya, perbaikan yang normalnya dilakukan 5 tahun sekali, harus dilakukan per 2 tahun.
"Adanya ODOL, biaya pemeliharaan menjadi meningkat. Jalan yang biasanya 5 tahun baru dilakukan pemeliharaan, bisa menjadi 2 tahun sudah melakukan peliharaan," ujar Kris dalam jumpa pers di Cirebon, Jawa Barat, Senin (24/1).
Konferensi pers yang berlangsung Plaza Tol Kanci - Pejagan KM 219, Cirebon, ini bertujuan untuk mengampanyekan Keselamatan Berkendara di Jalan Tol serta Peraturan Kendaraan yang Melebihi Muatan atau Over Dimension dan Over Load (ODOL).
Kampanye ini diselenggarakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR), beserta Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Korlantas Polri, Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), Asosiasi Jalan Tol, dan PT Waskita Toll Road.
Kegiatan ini bertema mengenai keselamatan saat mengendarai kendaraan di jalan bebas hambatan atau tol dengan tagline SETUJU (Selamat Sampai Tujuan). Selain itu, Kampanye ini dilakukan secara rutin setiap bulan dan akan dilakukan sepanjang tahun 2020.
Aksi kampanye SETUJU mengangkat 5 poin utama yaitu SETUJU bahwa keselamatan adalah nomor satu, SETUJU untuk turunkan fatalitas kecelakaan di jalan tol, SETUJU tertib kecepatan di jalan tol, SETUJU berkendara di jalan tol, dan SETUJU untuk tertib Over Dimensi Menuju Zero Overload di Jalan Tol.
Diharapkan dengan tertibnya pengguna jalan tol atas 5 poin ini, angka kecelakaan dan fatalitas dapat ditekan lagi serta kerusakan jalan akibat over load juga dapat ditekan, dan persentase kecelakaan akibat kerusakan jalan juga berkurang.
Sementara itu, Anggota BPJT Unsur Kementerian PUPR, Agita Widjajanto, menyampaikan, sejumlah perusahaan industri seperti industri baja, semen, keramik, kaca, dan sebagainya, meminta Kementerian Perindustrian memberikan dispensasi agar ODOL diperbolehkan sampai tahun 2025.
"Masalah utama itu adalah transport cost yang mahal, kita sudah memberikan infrastruktur yang bisa memberikan travel time, yang dulunya di atas 2 jam bisa menjadi 1 jam, dengan syarat, asalkan kecepatannya sesuai 60-100 km per jam. Kalau tidak bisa dengan kecepatan seperti itu, ngapain lewat jalan tol," kata Agita Widjajanto.
Reporter: HSB