Jakarta, Gatra.com - LukOil Grup, salah satu perusahaan minyak terbesar dunia, siap melakukan investasi di Indonesia sebesar $15 miliar atau sekitar Rp205 triliun. Melalui anak usahanya, Litasco SA, perusahaan swasta Rusia tersebut berencana membangun kilang pengolahan BBM yang terintegrasi pabrik petrokimia.
Rencana ini sudah disampaikan ke pemerintah. Nantinya, Litasco akan membentuk konsorsium dengan menggandeng perusahaan asal Dubai, Energen Trading DMCC, dan perusahaan dalam negeri, PT Satria Wijaya Kusuma.
Country Representative Energen, Bayu Kristanto menjelaskan, Litasco dan Energen dapat membangun kilang sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan pemerintah. Menurut Bayu, Litasco memiliki rekam jejak membangun kilang BBM. Saat ini, Litasco mampu menghasilkan BBM sebesar 1,4 juta barel per hari.
Soal suplai bahan baku, Bayu meyakinkan, bahwa Litasco dapat menjamin ketersediaan minyak mentah untuk didistribusikan ke kilang-kilang Indonesia. “Produksi LukOil grup saja, itu 2,4 juta BOE (Barrel Oil Equivalent). Kita bisa kirim crude jenis apapun, dan pemerintah mau produk apa saja,” katanya kepada GATRA, Jumat lalu.
Bayu juga memastikan, harga jual produk BBM dari kilang yang akan dibangun Litasco dan Energen, berada di bawah harga pasar internasional maupun Mean of Platts Oil Singapore (MoPS). Mantan pegawai PT Pertamina itu mengatakan, untuk mendapat harga produksi BBM yang murah, Litasco akan mencari crude murah dan kualitas bagus dari berbagai negara.
“Trading mereka kan seluruh dunia, bisnisnya di lebih 80 negara. Nanti tinggal milih crude murah dengan kualitas yang bagus, sehingga bisa menjanjikan ke Indonesia, harga produk kilangnya lebih mruah dari internasional,” ujarnya.
Menurut Bayu, dengan harga BBM di bawah pasar, Pertamina mampu menghemat anggaran impor BBM di tengah penugasan distribusi BBM satu harga dan BBM Subsidi. Selain itu, pembangunan kilang BBM di Indonesia juga akan memangkas defisit neraca dagang dan meningkatkan ketahanan energi dalam negeri.
Bayu berharap Pertamina bisa menjadi offtaker produk kilang paling tidak 60% dari total produksi kilang. “Tetapi, jika Pertamina tidak punya program mengambil produk kita, berarti kita nggak usah membangun kilang. Berarti memang mereka pengen impor,” ujarnya.
Saat ini pemerintah menugaskan Pertamina, untuk membangun kilang demi mengurangi ketergantungan impor BBM. Pertamina diberi wewenang untuk bekerjasama dengan para investor. Meski demikian, pembangunan kilang minyak masih belum menunjukkan progres. Penyebabnya, mulai dari gagalnya negosiasi dengan investor hingga persoalan teknis.
Akhir tahun lalu, Presiden Joko Widodo pernah menyampaikan kekecewaannya karena mandeknya pembangunan kilang minyak di Indonesia. “Satu persen pun nggak selesai,” kata Jokowi.
Catatan Redaksi: Tulisan ini mengalami satu kali perbaikan per tanggal 24 Februari 2020 pukul 10.16 WIB, yaitu mengganti kata "Lucoil" menjadi "LukOil".