Kupang, Gatra.com - Keluarga almarhum Ansel Wora, pegawai Dinas Perhubungan Kabupaten Ende yang diduga dibunuh 31 Oktober 2019 lalu di Dusun Ekoreko, Desa Rorurangga, Kecamatan Pulau Ende meminta Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk mengganti tim penyidik yang menangani kasus tersebut.
“Kami minta Polda NTT ganti tim penyidik. Kalau boleh diambil dari luar Reskrim karena pengalaman selama ini tim di luar Reskrim berhasil mengungkap sejumlah kasus pembunuhan, seperti pengungkapan kasus pembunuhan Paulus Usnaat di TTU dan Nenabu di Kupang,” kata kakak kandung Ansel, Hendrik Seni kepada Gatra.com, Minggu (23/2).
Menurut Hendrik, keluarga besarnya berkeyakinan Ansel Wora dibunuh, bukan karena faktor lain, seperti serangan jantung koroner seperti yang diungkap Dirkrimum Polda NTT dan tim dokter forensik Mabes Polri.
“Kami yakin 100 persen Ansel dibunuh. Kami sangat kecewa dengan pernyataan tim dokter forensik Mabes Polri yakni dr. Ni Luh Putu Eny Astuty, Sp dan dr. Arif Wahyono, Sp.F, di mana disebutkan bahwa sesuai hasil autopsi, korban meninggal karena memiliki riwayat penyakit jantung koroner. Padahal selama ini adik saya tidak pernah menderita penyakit seperti itu. Karenanya kami tolak hasil autopsi tersebut,” jelasnya.
Selain menolak hasil autopsi dan meminta Polda untuk mengganti tim penyidik, keluarga akan berupaya terus untuk bisa mengungkap kasus kematian Ansel ini.
“Kami akan terus memperjuangkan kematian Ansel agar bisa terungkap. Kami akan berjuang ke Mabes Polri dan lembaga terkait lainnya seperti Ombudsman, DPR, termasuk ke Presiden Jokowi. Keluarga di Jakarta yang akan terus membantu kami memperjuangkan masalah ini,” ujarnya.
Salah satu keganjilan, sebut Hendrik adalah ketika berangkat ke Pulau Ende, Ansel memakai baju lain. Namun setelah meninggal dan dibawa ke RSU Ende, sudah dipakaikan baju lain.
“Ini salah satu keganjilan. Keterangan istri almarhum, bahwa pakaian yang dipakai setelah Ansel meninggal itu bukan miliknya. Saat berangkat bukannya Ansel Wora memakai baju itu,” ujar Hendrik.
Kesimpulan dari hasil penyidikan sangat tidak memuaskan keluarga, sebab pihak Reskrimum menyatakan proses penyidikan kasus Ansel Wora dihentikan sementara karena tidak cukup bukti ini juga ditolak Koordinator Umum Forum Peduli Hukum (FPH ), Hildebertus Selly yang selama ini terus menyuarakan untuk terungkapnya kematian ANsel Wora.
"Penyidik hanya menggunakan second opinion dari alhi forensik Pusdokkes Mabes Polri sebagai kesimpulan yang bertentangan dengan keterangan hasil autopsi yang dijelaskan dokter dari Puslabor Polri Denpasar," kata Hildebertus Selly
Menurut dia, kuat dugaan penyidik Reskrismum Polda NTT tidak mampu dan tidak profesional dalam menangani kasus ini. Terbukti beberapa kasus pembunuhan selama ini mengendap di Reskrimum Polda NTT. Terlihat Dir Reskrimum dan Dokter Alhi Forensik dari Puskodes Mabes Polri yang sangat gugup dan gagap menjelaskan posisi kasus ini, seakan sedang berusaha menutup agenda besar yang sedang berada di belakangnya.
"Ternyata profesionalisme Polisi yang ditulis di mana-mana hanyalah kata penenang dan pembenaran semata. Keadilan dan kemanusiaan masih dipandang miring oleh penyidik Polda NTT," kata Hildebertus Selly.
Dalam kondisi demikian, kata dia, justru penyidik Polda NTT menggunakan second opinion dari alhi Forensik Pusdokkes Mabes Polri digunakan sebagai kesimpulan untuk menghentikan penyidikan kasus Ansel Wora, dengan mengabaikan hasil autopsi jenazah. Padahal, dalam keterangannya juga disebutkan bahwa hasil autposi yang dilakukan oleh dr. Putu Eni Astuti dari Puslabor Polri Denpasar, menerangkan, terjadi kekerasan tumpul di bagian kepala korban.
“Pengertian kekerasan tumpul ini disebabkan karena kekerasan yang dilakukan oleh manusia, seseorang atau sekelompok orang terhadap diri korban. Tetapi justru dalam second opinionnya di Polda NTT, bahwa korban meninggal disebabkan jantung koroner, padahal sepengetahuan keluarga, korban Ansel Wora tidak ada riwayat penyakit jantung,” tegas .
Hal inilah yang membuat tanda tanya besar bagi Hildebertus Selly dengan apa yag terjadi di Polda NTT.
"Mengapa kasus ini dihentikan? Apakah ada yang intervensi? apakah betul Polda NTT sudah kemasukan angin? Awas, badai akan menghampiri siapapun yang berusaha menutup kasus kematian Ansel Wora. Darah Ansel Wora lah yang akan mencari siapapun pelaku dan siapa saja yang berusaha menutup-nutupi kasus ini," imbuhnya.
Karena itu, pihaknya tidak akan berhenti memperjuangkan kasus kematian Ansel Wora. "Kami tidak berhenti disini, sampai pelakunya ditetapkan sebagai tersangka. Dan kami menyatakan tidak percaya kepada timpenyidik yang dimpimpin AKBP Anton Nugroho selaku wadir Reskrimum. Karena track record-nya dalam menangani kasus selalu gagal, justru kasus-kasus yang dibongkar oleh Polda NTT adalah ditangani tim pennyidik khusus di luar tim atau Reskrimum," pungkasnya.
Seperti diberitakan Gatra.com sebelumnya, dugaan pembunuhan terhadap Ansel Wora (40), pegawai Dinas Perhubungan Kabupaten Ende 31 Oktober 2019 lalu di Dusun Ekoreko, Desa Rorurangga, Kecamatan Pulau Ende tidak terbukti.
Kepada wartawan saat konferensi Pers (21/2), Dirkrimum Polda NTT Kombes Yudi Sinlaeloe menjelaskan setelah melalui penyelidikan yang memakan waktu 4 bulan akhirnya dugaan pembunuhan terhadap Ansel Wora tidak dapat dibuktikan.