Samarinda, Gatra.com - Baru 71% bahan paku pangan yang mampu disediakan oleh Kaltim. Ibu Kota Negara (IKN) baru bakal mengubah lanskap kebijakan pertanian di Kaltim. IKA Universitas Mulawarman mendesak perlunya perubahan RTRWP untuk kedaulatan pangan Kaltim.
Berbagai dasar pertimbangan yang kuat menjadi alasan mengapa Presiden Joko Widodo memilih kawasan di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur (Kaltim) menjadi calon Ibu Kota Negara (IKN) yang baru.
Risiko bencana minim, lokasi strategis, berdekatan dengan wilayah perkotaan yang sudah berkembang, memiliki infrastruktur yang relatif lengkap dan tersedia lahan yang dikuasai pemerintah seluas 180.000 hektare menjadi pertimbangan utamanya. Sayang persoalan seperti daya dukung pangan dan daya dukung ruang untuk menyangga IKN tidak banyak dibahas.
Atas dasar itulah Ikatan Keluarga Alumni Universitas Mulawarman (IKA UNMUL) menggelar Fokus Group Discussion (FGD) dengan tema ‘’Kedaulatan Pangan dalam Rangka Menyongsong Kaltim sebagai Ibu Kota Negara.’’ Dalam diskusi terfokus yang digelar di ruang lantai 10 hotel di Kota Samarinda pada Selasa, 18 Februari 2020 itu hadir sejumlah pejabat, akademisi dan praktisi yang berperan baik sebagai pembicara dan pembahas.
Beberapa di antara mereka adalah Ir. H. Yadi Sofyannur Sekjen KTNA Pusat, Dr Hj. Meiliana SE. MM. Ketua Harian IKA UNMUL, Ir. Endang Liansyah M.Si Kadis Pertanian Kota Samarinda, dan Prof. Dr. Ir. Bernatal Seragih M. Si Wakil Dekan 1 Fak. Pertanian UNMUL.
Diskusi terfokus tersebut berlangsung intens dan memunculkan pemikiran dan ide-ide segar mengenai tantangan yang dihadapi dan respons yang harus dilakukan oleh para pemangku kepentingan (stakeholders) di Kaltim. Satu di antaranya soal kesiapan dan langkah Kaltim menyiapkan produktivitas pangan lokal untuk mencukupi penambahan penduduk secara signifikan dengan berjalannya IKN pada tahun 2024 nanti.
Menurut pengurus harian IKA UNMUM Wahyudi Manaf, pada saat ini kurang lebih baru 71% bahan baku pangan yang bisa dicukupi oleh Kaltim sendiri. Sisanya sebesar 29% bahan baku pangan masih didatangkan dari daerah lain. Apalagi nantinya bakal ada penambahan populasi baru hingga 1,5 juta orang.
‘’Meskipun dari aspek pengadaan, pengangkutan dan distribusi logistik belum terkendala serta relatif tidak ada masalah, namun ke depan perlu dipertimbangkan aspek perubahan iklim dan cuaca ekstrem yang dapat mengganggu produksi dan jalur distribusi pangan,’’ kata Yudi kepada Gatra, Jumat, 22 Februari 2020 di Jakarta.
Kini, luas total wilayah Kaltim adalah 127.345,92 kilometer persegi dengan jumlah populasi sebanyak 3,57 juta jiwa. Menurut Yudi, begitu IKN dibangun dan dioperasionalkan maka diprediksi akan ada penambahan populasi baru hingga 1,5 juta orang secara bergelombang sedari proses pembangunan sampai IKN beroperasi.
Mereka akan menempati sektor formal dan informal dari mulai tenaga kerja untuk membangun infrastruktur, untuk penempatan Aparatur Sipil Negara (ASN), pejabat eksekutif, legislatif, yudikatif, keamanan, sampai SDM pada pelayanan publik di berbagai sektor untuk menunjang keberadaan IKN.
Sektor penghasil bahan pangan di Kaltim potensinya sangat besar. Luas lahan perkebunan di Kaltim berdasarkan data Perda Nomor 1 Tahun 2016 Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) mencapai 25% dari total luas daratan yang dapat dikembangkan sebagai lumbung pangan. Lalu Pemprov Kaltim masih ada lahan cadangan untuk dikelola di sektor perkebunan dengan total luasnya mencapai 3.269.581 hektare.
Selain lahan cadangan, Pemprov juga telah melakukan pemetaan total lahan yang sangat potensial untuk segera dikembangkan seluas 750.147 hektare. Kemudian dukungan dari dunia industri juga besar karena ada sedikitnya 198 perusahaan yang sudah memiliki izin usaha di bidang perkebunan dengan sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) seluar 2.519.414 hektare. Sejumlah komoditas yang memiliki potensi bisnis antara lain kelapa sawit, karet, kopi, lada, gula aren, dan coklat.
Sementara itu, mengacu pada data yang ada di Badan Litbang Kementan terkait ketersediaan lahan untuk pengembangan pertanian, ketersediaan lahan pertanian di Kaltim untuk dikembangkan luasnya mencapai 4.549.356 hektare (ha). Sekitar 2.431.329 ha (53,4%) diarahkan untuk komoditas tanaman tahunan, 1.886.264 ha (41,5%) untuk komoditas tanaman semusim, dan sisanya 5,1% untuk padi sawah.
Berdasarkan pada potensi dan tantangan yang muncul begitu IKN diputuskan berada di wilayah Kaltim, menurut Yudi, maka FDG IKA UNMUL merumuskan sejumlah langkah yang perlu diambil untuk mengkonkretkan program kedaulatan pangan di Kaltim. ‘’Sumbangsih pemikiran ini penting untuk menjadi pertimbangan karena menyangkut masa depan pangan, petani, dan masyarakat Kaltim,’’ ujarnya.
Pertama, terkait penyesuaian kebijakan, yang mencakup soal perubahan RTRWP untuk pertanian, pembaharuan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Provinsi RPJMP, menyelaraskan Program Pertanian dengan peraturan perundangan baru terkait IKN, dan kebijakan politik anggaran di tingkat nasional, provinsi, kabupaten, dan kota.
Kedua, terkait implementasi kebijakan, yang mencakup soal alih fungsi lahan yang berpihak pada produksi pertanian, komitmen dukungan para mangku kepentingan bidang pangan, keberpihakan pada petani, penerapan inovasi pangan lokal untuk mengurangi impor, pelatihan sarjana penggerak pertanian, dan menyiapkan SDM pertanian yang unggul secara berkesinambungan.
Langkah IKA UNMUL berikutnya, ungkap Yudi, adalah penyelenggaraan FDG di awal Maret dengan tema pokok, pentingnya perubahan kebijakan tata ruang wilayah di Kaltim yang merespons dan sekaligus mendukung keberadaan IKN baru.
‘’Tinjauan diskusi terfokus soal tata ruang pada Maret nanti akan mencakup beberapa aspek seperti tata raung yang mendukung ideologi-sosial-budaya-hankam, tata ruang yang memajukan ketahanan pangan yang smart, tata ruang yang meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, dan tata ruang yang menyokong lingkungan hidup yang berkelanjutan,’’ pungkas Yudi.
Reporter: G.A. Guritno