Jakarta, Gatra.com - Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) membantah tuduhan pihaknya ingin mengganti salam 'Assalamualaikum' dengan Salam Pancasila. Polemik salam itu mencuat setelah Kepala BPIP Yudian Wahyudi membahas histori penggunaan salam dalam sebuah diskusi.
Direktur Sosialisasi, Komunikasi dan Jaringan BPIP, Aris Heru Utomo mengatakan, pernyataan Yudian dalam diskusi itu tidak menampilkan narasi penggantian salam 'Assalamualaikum' dengan salam Pancasila.
BPIP, lanjutnya, tidak pernah mengusulkan penggantian salam itu.
"Yang disampaikan (Yudian) adalah mengenai kesepakatan-kesepakatan nasional mengenai tanda dalam bentuk salam dalam pelayanan publik, dalam kaitan ini kesepakatannya adalah Salam Pancasila," kata Aris dalam keterangan tertulisnya kepada Gatra.com, Jumat (21/2).
Salam Pancasila, lanjutnya, sebagai salam kebangsaan diperkenalkan untuk menumbuhkan kembali semangat kebangsaan dan menguatkan persatuan yang terganggu karena menguatnya sikap intoleran.
Aris menerangkan, Salam Pancasila pertama kali dikenalkan oleh Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Dewan Pengarah BPIP di hadapan peserta Program Penguatan Pendidikan Pancasila di Istana Bogor pada 12 Agustus 2017 lalu.
Ada pun cara Salam Pancasila dilakukan dengan mengangkat lima jari di atas pundak dengan lengan tegak lurus.
"Makna mengangkat kelima jari di atas pundak adalah sebagai simbol penghormatan seluruh elemen masyarakat terhadap lima sila Pancasila," katanya.
Aris mengungkapkan, Salam Pancasila sendiri diadopsi dari Salam Merdeka yang diperkenalkan Bung Karno melalui Maklumat Pemerintah 31 Agustus 1945 dan berlaku 1 September 1945. Maklumat pemerintah 31 Agustus 1945 tersebut hingga kini belum pernah dicabut.
Sebelumnya, polemik salam yang berasal dari diskusi “Blak-blakan Kepala BPIP: Jihad Pertahankan NKRI” yang dimuat di salah satu media mainstream pada 12 Februari 2020 mendadak ramai. Dari narasi yang beredar disebutkan bahwa Kepala BPIP akan mengganti Assalamualaikum Wr Wb dengan Pancasila.
Aris mengklaim wawancara tersebut dilakukan beberapa hari sebelum Yudian melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR II pada 18 Februari 2020.
"Jadi dalam kaitan ini Kepala BPIP tidak membuat pernyataan baru setelah RDP dengan Komisi II DPR RI," tegasnya.
Dalam diskusi tersebut, pembawa acara mempertanyakan kemungkinan untuk menghidupkan kembali nilai yang diajarkan Menteri Pendidikan di era Orde Baru, Daud Jusuf.
Sang pembawa acara menyebut, ketika menjadi jadi Menteri, Daud tidak pernah sekalipun mengucapkan Assalamualaikum di hadapan publik. Tapi ketika bertemu secara pribadi, Daud fasih mengucapkan Assalamualaikum.
Menjawab pertanyaan pembawa acara, Yudian mengatakan dahulu ucapan selamat pagi menjadi salam nasional. Tapi sejak reformasi diganti dengan Assalamualaikum, dan diucapkan di hadapan pemeluk lintas agama.
"Tapi karena mencapai titik ekstrimnya maka sekarang muncul kembali. Kita kalau salam sekarang ini harus 5 atau 6 (sesuai dengan agama-agama). Nah ini jadi masalah baru lagi,” ujar Yudian.
“Sekarang sudah ditemukan oleh siapa gak tau Yudi Latief atau siapa yang lain (yang namanya) Salam Pancasila,” imbuh dia.
Saat ditanya kembali pembawa acara apakah sependapat dengan Salam Pancasila, Yudian tak menampiknya.
“Iya, Salam Pancasila. Salam itu kan maksudnya mohon ijin atau permohonan kepada seseorang sekaligus mendoakan agar kita selamat. Itulah makna salam. Nah Bahasa Arabnya Assalamualaikum Wr Wb” ujarnya.