Yogyakarta, Gatra.com- Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta tengah menyeleksi produk usaha mikro, kecil, dan menengah untuk diberi tempat berjualan di Bandar Udara Internsional Yogyakarta (BIY) di Kulonprogo, DIY, yang beroperasi penuh medio April 2020.
Penjualan produk tersebut juga akan dievaluasi secara berkala untuk dipertahankan atau diganti produk lain. Hal ini disampaikan Kepala Dinas Koperasi dan UKM DIY Srie Nurkyatsiwi di Kota Yogyakarta, Selasa (18/2).
BIY menyiapkan galeri UMKM berkonsep pasar tradisional dengan nama ‘Pasar Kota Gede’. Rencananya ada 1500 UMKM di DIY dan area perbatasan dengan Jawa Tengah mendapat tempat berjualan di sana. Alokasinya, 420 usaha mikro, 90 usaha kecil, dan 90 usaha menengah. “Tapi ini tataran konsep, tergantung ruangnya nanti,” ujar Siwi.
Menurut Siwi, produk yang akan dijajakan di BIY adalah produk unggulan, premium, dan berorientasi pasar. Produk tersebut tak sekadar dipajang, tapi juga mesti diminati pengunjung. Untuk itu, produk harus lolos kurasi oleh tim Pemda DIY, pebisnis, akadmisi, dan komunitas.
“Setelah kami kurasi, ada juga konsultasi dengan Angkasa Pura untuk melihat layak-tidaknya produk dijual di bandara. Produknya mestinya tidak ada di tempat lain. Jangan sampai kanibal juga. Satu produk laku, yang lain tidak,” tutur Siwi.
Pelaku UMKM yang ingin mendapat tempat di BIY sebelumnya mengajukan proposal ke pemerintah kabupaten/kota untuk diusulkan ke Pemda DIY. Kalaupun produk itu tidak lolos, tim kurasi akan memberi catatan sebagai upaya perbaikan. “Ini juga langkah pembinaan agar UMKM naik kelas,” katanya.
UMKM yang kelak mendapat tempat jualan di BIY juga dievaluasi. Setiap tiga bulan, penjualan produk tersebut dicek sejauh mana diminati pengunjung. Jika kurang diminati, UMKM akan dibina. “Setelah tiga bulan selanjutnya tetap enggak jalan (laku) akan ada keputusan dan di-rolling (diganti dengan UMKM lain),” ujar Siwi.
Transaksi produk UMKM di BIY juga didorong menggunakan uang elektronik. Sebab, metode nirtunai menjadi bagian pembinaan UMKM. “Tak hanya sekadar mendorong produk kontinyu, tapi UMKM berlatih manajemen keuangan, termasuk berkolaborasi dengan perbankan yang sudah cashless,” ujar Siwi.
Siwi menjelaskan produk UMKM yang tengah diseleksi masuk BIY berupa kuliner, kerajinan, dan fesyen. Produk kuliner paling banyak hingga mencapai 60 persen. “Kuliner ini ada yang siap saji dan kemasan. Lebih banyak yang dikemas, tapi untuk yang siap saji dikurasi juga bagaimana menyajikannya,” tutur dia.
Menurut Siwi, produk kuliner di BIY bukan hanya masakan khas Yogyakarta, seperti gudeg. Sebab, pengunjung bandara internasional ini dari berbagai tempat. “Belum tentu semua suka gudeg. Ada yang suka nasi merah yang menyehatkan. Kami melihat potensi konsumen,” ujarnya.