Jakarta, Gatra.com - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, hingga akhir Januari 2020, defisit Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) telah mencapai sekitar 0,21 persen dari produk domestik bruto (PDB) atau sekitar Rp36,1 triliun. Angka itu lebih sedikit dibanding tahun sebelumnya, yakni 0,29 persen atau Rp45,1 triliun.
"Defisit Januari tahun ini lebih baik dari tahun lalu. Pembiayaan utang terkontraksi 44,6%," kata dia, Rabu (19/2).
Sementara itu, hingga akhir Januari, pendapatan negara telah mencapai Rp103,7 triliun atau 4,6 persen dari target APBN. Sedangkan pembiayaan utang hingga periode yang sama, telah mencapai Rp68,2 triliun, dari target tahun ini yang sebesar Rp123 triliun.
Di sisi lain, realisais belaja negara hingga Januari 2020, baru mencapai Rp139 triliun atau 5,5 persen dari target. Angka ini turun sebanyak 9,1 persen, jika dibandingkan dengan periode sebelumnya, yakni sebesar Rp153,9 triliun.
"Di sisi belanja memang terjadi kontraksi 9,1 persen. Namun kita melihat, beberapa indikasi belanja kementerian/lembaga (K/L) front loading yang terlihat kegiatannya," ujar mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.
Tidak hanya dari front loading, melambatnya realisasi belanja bulan Januari juga disebabkan oleh adanya tambahan dana bantuan sosial (bansos), yang diturunkan pada akhir tahun 2019. Oleh karenanya, untuk menormalkan realisasi belanja, Kementerian Keuangan melakukan perubahan pada sistem penyaluran bansos, yang mana untuk tahun ini akan disalurkan per kuartal.
"Untuk tahun ini, perubahan dana dari Bansos ini untuk normalized, dibelanjakan untuk 12 bulan, yang menyebabkan kemarin itu mungkin tidak apple to apple (dalam penyalurannya)," pungkas dia.