Jakarta, Gatra.com - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang permohonan uji formil terhadap UU Nomor 19 Tahun 2019 (UU KPK baru).
Sidang tersebut mendengarkan keterangan ahli dalam perkara nomor 79/PUU-XVII/2019, yang diajukan 3 komisioner KPK periode sebelumnya.
Pemohon menghadirkan ahli dari Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gajah Mada, Zainal Arifin Mochtar, yang menyoroti sikap Presiden Joko Widodo yang tidak menandatangani UU Nomor 19 tahun 2019 tersebut akhirnya berlaku secara otomatis, setelah 30 hari diketuk palu oleh DPR, pada 17 Oktober 2019.
Zainal mengatakan bahwa MK perlu menghadirkan Jokowi dalam sidang selanjutnya, sebab menurutnya Jokowi perlu menjelaskan maksud tak menandatangani UU KPK versi revisi tersebut.
"Jangan-jangan apa yang disampaikan Menkumham (Yasonna Laoly) berbeda dengan apa yang diinginkan presiden," ujar Zainal di hadapan para hakim konstitusi di ruang sidang MK, Jakarta (19/2).
Zainal menduga bahwa tak ditandatanganinya UU KPK baru oleh Jokowi bisa saja karena ketidaksetujuannya terhadap beberapa poin-poin di revisi tersebut.
Zainal menuturkan apa yang diucapkan Jokowi sebelum draf revisi UU KPK diserahkan ke DPR. Ketika itu Jokowi meminta MenPAN-RB dan Menkumham untuk membahas draf revisi UU KPK. Namun, Menkumham Yasonna langsung menyerahkan draf revisi UU KPK ke DPR.
Sehingga Zainal menganggap tak dimintainya persetujuan Jokowi terhadap revisi UU KPK telah melanggar asas formil pembentukan UU.
"Apalagi dikaitkan UU Nomor 19, presiden tidak tanda tangani UU. Apa alasan presiden tidak tanda tangani. Ini menjadi menarik untuk didalami," ucapnya.