Home Internasional Virus Corona Seret Singapura ke Ambang Resesi

Virus Corona Seret Singapura ke Ambang Resesi

Singapura berisiko mengalami resesi akibat wabah virus corona. Banyak negara Asia Pasifik yang mengoreksi pertumbuhan ekonominya.


Tim aerobik Angkatan Udara Tentara Pembebasan Rakyat Cina tampil perdana di pameran dirgantara Singapura Airshow 2020. Tim dengan enam pilot menunjukkan kecakapan dan ketangkasan terbang dengan manuver-manuver menantang maut di depan audiens. 

Pesawat tempur J-10 yang mereka gunakan menari-nari dengan kecepatan tinggi. Dalam irama rancak, mereka membentuk gerakan memutar, simpul, dan spiral yang sangat berbahaya, sambil meninggalkan jejak asap berwarna di belakangnya.

Mereka sukses memamerkan potensi J-10 di hadapan calon konsumen yang datang dari seluruh dunia. Sayangnya, pameran dirgantara ini tidak seramai pameran sebelumnya yang digelar pada 2018.

Data penyelenggara Experia Event yang dikutip TODAYonline, selama sepekan pameran (11–16 Februari), hanya dikunjungi 20.000 orang. Jauh lebih sedikit dari pengunjung dua tahun lalu, yang mencapai 80.000 orang.

Pameran yang berlangsung di Changi Exhibition Center itu terasa dingin dan kehilangan daya tariknya gara-gara wabah virus corona atau COVID-19. Sedikitnya 77 orang positif tertular di Singapura.

Selain jumlah pengunjung, jumlah peserta juga menyusut. Lebih dari 70 peserta pameran membatalkan partisipasinya gara-gara COVID-19 ini, atau sekitar 8% dari 1.000 perusahaan yang sedianya akan tampil.

Ada 12 perusahaan Cina yang dilarang datang. Kemudian, raksasa dirgantara Amerika Serikat, Lockheed Martin, Bombardier dari Canada, dan De Haviland, tak hadir. Perusahaan sistem pertahanan Raytheon Co., Bell, Gulfstream, Textron Aviation, Honeywell Aerospace, Viking Air, dan CAE inc, pun batal berpartisipasi. Tahun ini, total peserta pameran sebanyak 930 perusahaan.

Situasi ini mengecewakan para peserta pameran. Ekspektasi mendapatkan kontrak miliaran dolar pupus. Namun ada juga yang masih bisa membuat kontrak-kontrak bisnis menarik. “Kami bisa bertemu dengan banyak konsumen, delegasi militer, dan stakeholder lainnya,” kata juru bicara Airbus, Sean Lee, pada Al Jazeera.

Adapun JTC Corporation berhasil membawa pulang kontrak senilai S$500 juta dengan sebuah perusahaan dirgantara. Menariknya, tidak ada jabat tangan yang menandai kesepakatan dagang multidolar itu. Ada aturan baru, yakni no-contact, yang sangat ditekankan tahun ini. 

Selain kebijakan no-contact, penyelenggara pameran melengkapi dengan temperature screening, hand sanitizer, petugas kebersihan, masker pelindung, plus dokter dan tim medis siap sedia untuk merawat pengunjung yang kurang sehat.

***

Bagi Singapura, apa yang terjadi di Singapore Airshow mewakili dampak COVID-19 terhadap perekonomiannya. Negara yang menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi Asia Tenggara itu mengoreksi prakiraan pertumbuhan ekonomi 2020.

Koreksi juga dilakukan untuk estimasi ekspor. Tujuannya untuk mengantisipasi dampak ekonomi akibat COVID-19. Resesi ekonomi makin membayangi.

Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong, Jumat pekan lalu mengatakan, ada kemungkinan resesi, setelah pemerintah menurunkan prakiraan produk domestik bruto (PDB) dari 1,5% terkontraksi 0,5%. Nilai tersebut jauh lebih kecil dibandingkan pertumbuhan sebelumnya, 0,5%–2,5%.

“Wabah COVID-19 diperkirakan akan memberi dampak pada ekonomi Singapura,” kata Sekretaris Tetap Kementerian Perdagangan dan Industri Singapura, Gabriel Lim. Ia memaparkan, dampak COVID-19 akan terasa di sektor industri manufaktur, perdagangan, wisata, dan transportasi, selain industri retail serta makanan.

Sebelum virus menyebar, pertumbuhan PDB kuartal IV tumbuh 1% year-on-year. Lebih besar dari prediksi pemerintah, yakni 0,8%. Pertumbuhan kuartal IV sendiri tercatat 0,6%, lebih besar dari estimasi awal, 0,1%.

Tanda-tanda pemulihan awal itu memberi harapan setelah pertumbuhan ekonomi Singapura mengalami fase terendah dalam 10 tahun terakhir yaitu 0,7% pada 2019. “Ini akan menjadi angka bagus terakhir yang akan kita lihat setidaknya untuk dua kuartal berikutnya,” kata Lee Ju Ye, seorang ekonom di Maybank.

Lee menyebut ada risiko resesi teknis. Menurutnya, kontraksi semacam itu dapat mendorong pelonggaran bank sentral. Ekonom mendefinisikan resesi sebagai penyusutan PDB dalam dua kuartal berturut-turut.

***

Selain Singapura, sejumlah negara di Asia Pasifik mengoreksi perkiraan pertumbuhan ekonominya akibat penyebaran COVID-19, seperti Thailand dan Selandia Baru.

Thailand, yang bergantung pada pariwisata dan perdagangan, estimasi pertumbuhan tahun ini turun dengan kisaran 1,5% menjadi 2,5%. Angka itu lebih rendah dari perkiraan sebelumnya yang berada di rentang 2,7% menjadi 3,7%.

Menurut Dewan Pengembangan Ekonomi dan Sosial Nasional Thailand, situasi ini memberi tekanan tambahan, setelah PDB Thailand merosot menjadi 2,4% pada 2019, laju paling lambat dalam lima tahun. Pada kuartal IV, PDB turun 1,6% akibat penurunan ekspor dan penurunan belanja publik.

Di Selandia Baru, Perdana Menteri Jacinda Ardern memprediksi PDB negaranya melambat menjadi sekitar 2% hingga 2,5%. Menurutnya, dampak ekonomi epidemi COVID-19 akan terlihat dalam dua kuartal pertama tahun ini.

“Kementerian Keuangan berharap semuanya kembali normal pada paruh kedua 2020,” kata Ardern dalam konferensi pers pada Senin, 17 Februari lalu.

Meskipun Selandia Baru belum mencatat kasus COVID-19, industri pariwisatanya sangat tergantung pada arus masuk wisatawan Cina. Hingga Selasa, 18 Februari 2020, sebanyak 73.437 orang positif tertular COVID-19. Dari jumlah itu, 1.874 orang tewas dan 13.123 orang berhasil sembuh.


Rosyid