Home Gaya Hidup Malioboro Tiap Selasa Wage, dari Flashmob hingga Macapat

Malioboro Tiap Selasa Wage, dari Flashmob hingga Macapat

Yogyakarta, Gatra.com - Setiap hari Selasa Wage Jalan Malioboro bukan hanya menjadi jalur khusus untuk pejalan kaki atau pedestrian, melainkan juga jadi arena pelestarian budaya dan unjuk kreativitas.

Pada Selasa (17/2), kemeriahan itu terus berlanjut meski jalan sentra niaga dan wisata diguyur hujan. Warga bebas menyusuri jalan di pusat kota Yogyakarta itu tanpa gangguan kendaraan bermotor pribadi. Mereka dapat berjalan kaki, mengendarai sepeda, atau menaiki becak atau andong.

Malioboro sebetulnya tak tertutup sama sekali untuk kendaraan bermotor. Transportasi publik bus Trans Jogja dapat melintas. Namun khusus sore itu bus tersebut juga tak bisa lewat.

Hal ini lantaran pada uji coba tanpa kendaraan kala itu, Malioboro dijadikan rute untuk unjuk gigi para siswa Akademi Angkatan Udara. Mereka menggelar flashmob atau pertunjukan singkat secara massal untuk tarian Beksan Wanara, tari tentang pasukan monyet di epos Ramayana.

Penampilan sekitar 1500 taruna dan perwira AAU di kawasan Titik Nol Kilometer di ujung Malioboro ini bahkan diganjar rekor Lembaga Prestasi Indonesia dan Dunia.

“Dengan flashmob ini, kami ingin kulonuwun ke masyarakat Yogyakarta, kami ingin lebih dikenal dan dekat dengan masyarakat,” kata Gubernur AAU Nanang Santoso.

Setelah flashmob, grup drumband AAU juga unjuk kebolehan dari Malioboro hingga Alun-alun Utara. Para warga berjubel menyaksikan penampilan ini.

Selain aksi taruna AAU, sekelompok personel polisi juga sempat menggelar tari poco-poco dan bernyanyi bersama secara kompak di sekitar Kepatihan, kompleks Pemda Daerah Istimewa Yogyakarta.

Di sudut lain, sejumlah pegiat lingkungan mempertunjukkan karya daur ulang mereka yakni kerajinan dan instalasi seni dari kemasan air minum dan sampah plastik. Pengunjung pun tertarik dan menyimak penjelasan pembuatan karya daur ulang dan berfoto dengan latar instalasi seni.

Di ujung Malioboro, tepatnya di teras Museum Sonobudoyo, sekitar 30 orang duduk lesehan bernyanyi bersama tembang-tembang Macapat, lagu khas di budaya Jawa. Tiap Selasa Wage, agenda ini digelar dengan lokasi berpindah pindah di sepanjang Malioboro.

Secara bersama dan bergantian, mereka melantunkan lagu Gambuh, Kinanthi, Pangkur, dan Pocung. Bukan hanya dalam bahasa Jawa, tapi juga bahasa Indonesia. Alhasil, makna dalam lagu pun dapat diketahui, seperti pesan tentang bahaya merokok.

Pesertanya bukan hanya orang dewasa, tapi juga anak-anak. “Saya ajak anak ke sini supaya tahu dan belajar Macapat yang sekarang sudah semakin jarang dinyanyikan,” kata Suhartini (55) yang datang bersama putranya kelas 5 SD.

 

586