Surabaya, Gatra.com - Sebagai kota metropolis, tentu banyak kuliner impor yang beredar di Surabaya. Namun, kuliner khas nan legendaris Surabaya ternyata masih populer dan tetap terjaga eksistensinya.
Peminatnya pun beragam. Tak hanya masyarakat lokal Surabaya, warga luar kota dan mancanegara juga banyak yang memburu kuliner khas kota Pahlawan. Sebut saja sejumlah makanan khas yang banyak diburu adalah, Pecel Semanggi, Rujak Cingur, Rawon, dan Sate Klopo.
Kepala Bidang Promosi Pariwisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Surabaya Novelia menjamin eksistensi kuliner khas Surabaya. Novelia mengatakan, pelbagai event yang digelar, cukup ampuh mendongkrak popularitas kuliner khas Surabaya.
Event tersebut salah satunya, salah satunya Mlaku-mlaku Nang Tunjungan. Novelia mengatakan, pengunjung selalu memburu Semanggi dan Lontong Balap setiap kali Pemerintah Kota Surabaya menggelar event budaya tersebut.
"Ada Semanggi, Dawet, Pecel, angkringan, Rangin, Kacang Kuah dan Taua yang sekarang sudah sangat jarang penjualnya. Tapi justru itu yang menjadi jujugan," kata Novelia ditemui Gatra.com di Kantor Disbudpar Surabaya, Selasa (18/2).
Terkait rasio perbandingan jumlah pemburu kuliner khas Surabaya, Novelia mengatakan bahwa lebih banyak masyarakat lokal dan luar kota yang memburu. Hal itu, lanjutnya, terkait dengan cita rasa makanan khas Surabaya yang lebih familiar di lidah kebanyakan orang Indonesia secara umum.
Berbeda dengan warga atau turis mancanegara. Novelia mengatakan, ada perlakuan berbeda bagi warga asing yang ingin mencicipi kuliner khas Surabaya. Biasanya, makanan khas yang disuguhkan untuk tamu luar negeri, didatangkan dari sejumlah restoran di Surabaya.
Tanpa menyebut dari restoran mana saja, Novel mengatakan, pihaknya selalu memberi informasi lengkap terkait makanan khas Surabaya yang disuguhkan kepada tamu asing. "Biasanya mereka (tamu asing) tanya, ini makanan apa, terbuat dari apa, enak nggak kalau pedes," jelas Novelia.
Ditanya soal sajian kuliner khas Surabaya di restoran dan hotel, Novelia mengkonfirmasi bahwa tidak semua tempat-tempat tersebut menyajikan masakan khas nusantara. Apalagi, kuliner khas Surabaya.
Sejumlah hotel bintang lima di Surabaya bahkan, mayoritas masih menyajikan masakan western sebagai menu utama. Alasannnya, lanjut Novelia, tidak ada Perda atau Perwali yang "memaksa" pihak hotel untuk menyajikan masakan khas Surabaya sebagai menu utama kepada tamu.
Meski demikian, dirinya menyatakan jika pemkot tetap mempertahankan eksistensi kuliner khas Surabaya di dunia perhotelan. Salah satunya melalui event "Lomba Makanan Khas Jawa Timur". Pesertanya, hotel-hotel berbintang dari seluruh kota se-Jawa Timur.
Selain itu, ada juga kerjasama dengan Dinas Perdagangan dan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian terkait peredaran, keamanan pangan, dan packaging makanannya. "Jadi memang perlu peran banyak pihak. Tidak hanya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata," katanya.