Cilacap, Gatra.com – Nelayan di kawasan Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah beralih menjadi penderes nipah atau gula nipah seturut menurunnya hasil tangkapan. Salah satu kawasan perajin gula nipah berada di Desa Ujungmanik, Kecamatan Kawunganten.
Seorang perajin gula nipah di Desa Ujungmanik, Sumitro mengatakan mulai beralih menjadi perajin gula nipah sejak empat tahun lalu. Ia menjadi perajin gula nipah lantaran hasil tangkapan ikan tak menentu dan cenderung turun. “Sudah tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Apalagi kalau anak sekolah,” katanya.
Menurut dia, gula nipah bisa menjadi alternatif selain gula pasir dan gula kelapa. Gula ini disuplai terutama untuk pabrik kecap. Dia yakin kebutuhan pabrik kecap akan terpenuhi. Pasalnya, nira nipah terbilang melimpah dibanding nira kelapa.
Seperti diketahui, habitat nira kelapa adalah wilayah rendaman atau pasang surut air laut. Sebab itu, niranya cenderung lebih banyak meski nilai rendemennya rendah. Menurut dia, masih terdapat ratusan hektare lahan nipah yang belum termanfaatkan.
“Gula kelapa itu niranya kurang. Tapi kalau gula nipah, karena nipah dekat dengan air payau kadar airnya lebih banyak. Jadi kalau perbandingan sama-sama 10 liter nira kelapa dan nipah, jadi gulanya lebih banyak gula kelapa,” jelasnya.
Lantaran ketersediannya yang melimpah, gula nipah dijual dengan harga lebih murah dibanding gula kelapa. Saat ini harga gula kelapa di tingkat petani berkisar Rp13 ribu – Rp14 ribu per kilogram. Sedangkan gula nipah hanya dijual kisaran Rp12 ribu per kilogram. “Lebih murah. Karena memang juga untuk kebutuhan pabrik,” ucapnya.
Tiap hari, Sumitro bisa memproduksi antara 20-30 kilogram gula nipah. Hasilnya dibagi dengan para pemilik lahan, di mana ia menyadap nira nipah. “Ya cukupan. Karena kebutuhan kayu bakarnya juga tinggi. Harus beli juga,” ujarnya.