Worthing, Gatra.com - Stephanie (28 tahun) merasa cemas menunggu hasil tes, setelah anaknya bernama James yang berusia delapan bulan mengalami gejala Covid-19 (Corona Virus Disease) di Worthing, West Sussex, Inggris.
Ia diberitahu oleh petugas medis, bahwa James ternyata melakukan kontak langsung dengan dokter yang terinfeksi, dan menunjukkan gejala seperi suhu tubuh panas, batuk, pilek, serta kelelahan ekstrim.
Ibu dua anak itu akan menerima hasil tes besok untuk mengetahui apakah dia juga terinfeksi virus, yang telah menewaskan 1.710 lebih di seluruh dunia. Saat ini, mereka mengisolasi diri di dalam flat dengan menggunakan masker.
Stephanie menuduh para pejabat di Worthing Hospital, tempat dokter merawat James meninggalkan mereka yang diketahui berisiko tinggi.
“Kami telah ditinggalkan. Saya setiap saat bertanya-tanya, apakah anak lelaki saya akan mati dan tidak ada yang membantu saya," ujarnya dikutip dari The Sun, Jumat (14/2).
“Saya tidak punya apa-apa dari rumah sakit. Kami baru saja diperintahkan untuk tetap di dalam rumah dan menelepon 111 jika gejala kami memburuk. James memiliki suhu 38.3 celcius yang mengerikan. Dia menderita pilek dan batuk yang parah," lanjutnya.
Stephanie mengecam kepala rumah sakit karena tidak mengkonfirmasi lebih awal, bahwa ada seorang pekerja A&E yang telah dinyatakan positif.
Mimpi buruk dimulai ketika James, yang memiliki hemofilia dirawat di Rumah Sakit Worthing pada 2 Februari karena pendarahan internal di kakinya saat bermain. Selama beberapa minggu mereka tinggal di sana dan ibunya melakukan kontak dengan dokter laki-laki yang dikonfirmasi telah tertular Covid-19.
"Hanya satu menit kami memeriksa kakinya dan tiba-tiba kami adalah korban virus yang membunuh orang di seluruh dunia," ungkapnya.
Setelah meninggalkan rumah sakit dan kembali ke rumah bersama anak-anaknya, Stephanie ditelepon oleh pejabat dari Kesehatan Masyarakat di Inggris yang memberi tahu bahwa mereka berisiko.
Dalam beberapa menit, paramedis tiba dan membawa mereka ke rumah sakit dengan ambulans untuk melakukan pengujian.
“Kami ditempatkan di sebuah ruangan dengan hanya dua kursi dan telepon. Kami duduk di sana dengan sangat ketakutan. Saya hanya ingin menggendong putra saya dan berdoa agar dia tidak terkena virus mengerikan ini," katanya.