Karanganyar, Gatra.com - Pemerintah desa wajib membelanjakan sebagian Dana Desa untuk kemandirian penyandang disabilitas. Sayangnya, alokasinya belum semua dilaksanakan di semua desa di Kabupaten Karanganyar.
Fasilitator Difabel Pusat Pengembangan dan Latihan Rehabilitasi Para Cacat Bersumberdaya Masyarakat (PPRBM) Prof Dr Soeharso Solo untuk Karanganyar, Istini Anggoro mengatakan hak para penyandang disabilitas mengakses fasilitas publik dan anggaran pemerintah dilindungi UU, termasuk didampingi pemberdayaannya melalui Dana Desa.
"Secara regulasi mungkin sudah komplit untuk pemberdayaan disabilitas. Namun implementasinya yang kurang. Belum semua desa di Karanganyar mengalokasikan anggarannya untuk pendampingan difabel. Kami mendorong para disabilitas untuk kritis. Minimal membentuk kelompok agar memiliki wadah organisasi. Kemudian baru mengakses kebutuhannya dari Dana Desa," kata Istini kepada Gatra.com di Sosialisasi Perda Kabupaten Karanganyar No 12 tahun 2018 tentang Penyandang Disabilitas di Gedung Aisyiyah Karanganyar, Jumat (14/2).
Ia menyebut, pemerintah desa di sejumlah kecamatan telah mengalokasikan sebagian Dana Desa untuk modal pelatihan usaha mandiri. Bahkan, pemdes di 13 desa di Kecamatan Mojogedang tak pernah absen mengalokasikannya sejak 2019. Jumlahnya bervariasi antara Rp20 juta sampai Rp50 juta. Ia berharap semua organisasi perangkat daerah (OPD) menaruh prioritas program pada pemberdayaan kaum disabilitas.
Kepala Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Karanganyar, Sriyadi mengatakan pemerintah desa di tiga kecamatan menyanggupi pengalokasian Dana Desa untuk pendampingan wirausaha mandiri bagi penyandang disabilitas. Tiga kecamatan itu adalah Colomadu, Mojogedang, dan Tasikmadu.
"Di Colomadu, hanya Ngasem yang belum menganggarkan. Kemudian Mojogedang sudah di semua desanya serta Tasikmadu. Semua dibahas sejak Musrenbangdes," jelasnya.
Sementara itu, dalam sosialisasi tersebut, Kasi Rehabilitasi Dinas Sosial Karanganyar, Sulistyowati, mengatakan, Pemkab menjamin penyandang disabilitas memperoleh pekerjaan di instansi pemerintah maupun swasta. Hanya saja, porsinya masih minim.
"Di Pasal 40 Perda no 12 tahun 2018 disebutkan, BUMD wajib mempekerjakan disabilitas minimal 2 persen dari seluruh pegawai. Sedangkan perusahaan swasta minimal 1 persen," katanya.
Fasilitator Difabel Pusat Pengembangan dan Latihan Rehabilitasi Para Cacat Bersumberdaya Masyarakat (PPRBM) Prof Dr Soeharso Solo untuk Karanganyar, Istini Anggoro mengatakan hak para penyandang disabilitas mengakses fasilitas publik dan anggaran pemerintah dilindungi UU, termasuk didampingi pemberdayaannya melalui Dana Desa.
"Secara regulasi mungkin sudah komplit untuk pemberdayaan disabilitas. Namun implementasinya yang kurang. Belum semua desa di Karanganyar mengalokasikan anggarannya untuk pendampingan difabel. Kami mendorong para disabilitas untuk kritis. Minimal membentuk kelompok agar memiliki wadah organisasi. Kemudian baru mengakses kebutuhannya dari Dana Desa," kata Istini kepada Gatra.com di Sosialisasi Perda Kabupaten Karanganyar No 12 tahun 2018 tentang Penyandang Disabilitas di Gedung Aisyiyah Karanganyar, Jumat (14/2).
Ia menyebut, pemerintah desa di sejumlah kecamatan telah mengalokasikan sebagian Dana Desa untuk modal pelatihan usaha mandiri. Bahkan, pemdes di 13 desa di Kecamatan Mojogedang tak pernah absen mengalokasikannya sejak 2019. Jumlahnya bervariasi antara Rp20 juta sampai Rp50 juta. Ia berharap semua organisasi perangkat daerah (OPD) menaruh prioritas program pada pemberdayaan kaum disabilitas.
Kepala Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Karanganyar, Sriyadi mengatakan pemerintah desa di tiga kecamatan menyanggupi pengalokasian Dana Desa untuk pendampingan wirausaha mandiri bagi penyandang disabilitas. Tiga kecamatan itu adalah Colomadu, Mojogedang, dan Tasikmadu.
"Di Colomadu, hanya Ngasem yang belum menganggarkan. Kemudian Mojogedang sudah di semua desanya serta Tasikmadu. Semua dibahas sejak Musrenbangdes," jelasnya.
Sementara itu, dalam sosialisasi tersebut, Kasi Rehabilitasi Dinas Sosial Karanganyar, Sulistyowati, mengatakan, Pemkab menjamin penyandang disabilitas memperoleh pekerjaan di instansi pemerintah maupun swasta. Hanya saja, porsinya masih minim.
"Di Pasal 40 Perda no 12 tahun 2018 disebutkan, BUMD wajib mempekerjakan disabilitas minimal 2 persen dari seluruh pegawai. Sedangkan perusahaan swasta minimal 1 persen," katanya.