Jakarta, Gatra.com - Sekretaris Umum PP FSP KEP SPSI, Afif Johan mempertanyakan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law mengarah pada sektor ketenagakerjaan.
Menurutnya, berdasarkan data World Economic Forum, korupsi jadi faktor utama penghambat investasi Indonesia. Sedangkan, peraturan mengenai ketenagakerjaan hanya menempati posisi 13 dari total 16 faktor penghambat investasi.
"Pertanyaan kami sebagai serikat pekerja, kenapa ketenagakerjaan jadi sasaran? Kenapa pekerja atau buruh jadi korban? Ini bisikan dari siapa?" katanya di Jakarta, Kamis (13/2).
Baca juga: Omnibus Law, Serikat Pekerja: Pemerintah Tak Transparan
Selain itu, lanjut Afif, berdasarkan survei World Bank, investasi di Indonesia lebih tinggi dibanding negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah. Bahkan, investasi dalam Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia lebih tinggi daripada negara-negara ASEAN dan India.
"Berdasarkan Asia Business Outlook tahun 2019 Indonesia ini termasuk tiga besar negara yang paling diminati untuk meningkatkan investasi pada tahun 2019. Kita punya bonus demografi yang tidak dimiliki oleh negara lain," tambahnya.
Ia menegaskan, selama ini, banyaj perusahaan yang tidak keberatan dengan aturan ketenagakerjaan yang ada saat ini. Malahan, sebagian besar perusahaan memberikan hak pekerja melebihi apa yang diatur dalam UU.
"Lalu dengerin siapa sih? Apakah oknum pengusaha yang emang bandel? Atau oknum pengusaha yang memang tidak mau patuh aturan?," ujarnya.
Oleh karena itu, ia mempertanyakan adanya klaster ketenagakerjaan dalam RUU Omnibus Law. Bahkan, Serikat pekerja, menolak adanya klaster ketenagakerjaan dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini.