Jakarta, Gatra.com - Sekretaris Umum PP FSP KEP SPSI, Afif Johan, mengatakan, pemerintah tidak transparan dalam perumusan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.
"Dalam proses pembuatan RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini, kalangan serikat pekerja merasa pemerintah kurang transparan. Karena kami tidak dilibatkan secara utuh," katanya di Jakarta, Kamis (13/2).
Baca juga: Pemerintah Serahkan Draft Omnibus Law Cipta Kerja kepada DPR
Menurutnya, pelibatan stakeholder dalam proses pembuatan draf RUU Omnibus Law tidak utuh. Dalam Pasal 96 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dijelaskan bahwa harus ada partisipasi masyarakat.
"Masyarakat berhak memberikan masukan, baik lisan maupun tertulis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Serikat pekerja juga termasuk dalam masyarakat yang dituangkan dalam Pasal 96 Undang-Undang 12 Tahun 2011," ujarnya.
Bahkan, Afif menyebut, serikat pekerja sampai saat ini masih belum memiliki draf RUU Omnibus Law. Padahal RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini telah diserahkan kepada DPR dan masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
"Idealnya, sebelum membuat draf RUU-nya ini resmi, libatkan kami, terbuka secara utuh. Apakah ada niat pengurangan nilai kesejahteraan serta perlindungan pekerja dan sebagainya," ujarnya.
Afif menambahkan, revisi UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan selalu masuk dalam daftar Prolegnas setiap tahunnya. Malahan, dalam setiap prosesnya, selalu terdapat potensi pengurangan hak-hak pekerja.
"Manakala kemudian RUU Omnibus Law khususnya Cipta kerja ini ada pengurangan nilai-nilai kesejahteraan, dan pengurangan nilai-nilai perlindungan kaum pekerja, sudah jelas bahwa sikap serikat pekerja akan menolak. Kaitanya dengan itu, karena ada kekhawatiran yang wajar dari kalangan kaum pekerja," kata Afif, tegas.
Baca juga: Agar Tak Diplesetkan, Pemerintah Ubah Nama RUU Omnibus Law
Kekhawatiran ini, lanjutnya, lantaran tidak ada jaminan dari pemerintah sebagai inisiator Omnibus Law. Dalam perancangannya, pemerintah tidak menyebutkan ada atau tidaknya aturan yang menimbulkan degradasi hak-hak pekerja.
"Tidak ada jaminan tidak ada degradasi atau penurunan nilai kesejahteraan dan perlindungan bagi kaum pekerja. Wajar serikat pekerja, serikat buruh ini menolak," ungkapnya.