Medan, Gatra.com – Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Edy Rahmayadi mengharapkan persoalan babi yang terjadi di Sumut tidak berkepanjangan dan tidak dipolitisasi. Persoalan tersebut bukan persoalan Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan (Sara) melainkan persoalan ekonomi.
Hal itu diungkapkan Edy Rahmayadi saat pertemuan dengan Dewan Perwakilan Rakayat Daerah (DPRD) Sumut yang juga dihadiri oleh Komunitas Konsumen Daging Babi Indonesia (KKDBI), Medan, Kamis (13/2).
Edy menegaskan bahwa babi merupakan ciptaan Tuhan yang tidak bisa dimusnahkan. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut mengupayakan penyelamatan babi untuk mendukung perekonomian. Karena Pemprov Sumut sangat memahami fungsi babi bagi masyarakat.
“Pertama sudah direncanakan untuk menyematakan perekonomian warga ini. Namun wabah virus ASF hanya menjangkiti binatang babi, jadi tidak perlu dimusnahkan. Tempo hari kita berpikir untuk mengganti ternak dengan yang lain yang tidak terserang virus. Namun tidak mungkin,” jelasnya.
Edy menegaskan bahwa pihak berupaya menyelamatkan sektor perekonomian warga dari sektor ternak babi. Tetapi warga juga harus memahami bahwa ASF adalah virus mematikan yang belum ada obatnya.
“Kondisi ekonomi peternak babi sangat buruk, baik yang ternaknya mati dan yang tidak mati. Karena yang mati jelas rugi. Namun yang ternaknya tidak mati juga mengalami penurunan harga. Jadi itu yang kita lihat. Jangan dipersulit, kita bantu bersama,” katanya.
Edy berharap polemik babi sudah selesai, jangan dipolitisasi. “Saya tidak bisa mengambil langkah memusnahkan itu. Saya tunggu kajian dulu. Jumlah populasi babi 2 juta ekor. Jika dikalikan Rp 3 juta per ekor maka sudah mencapai 6 triliun,” tegasnya.
Sementara jika menunggu bersih dari wabah ASF dengan jangka waktu yang lama, masyarakat juga tidak siap. “Itu juga pertimbangan kita karena rakyat harus kita lihat kemampuannya. Jangan dipersulit lagi, sudah lah yang terkait dengan babi sudah kita jawab,” katanya.