Slawi, Gatra.com - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tegal, Jawa Tengah sedang mengembangkan kopi sebagai produk unggulan daerah untuk meningkatkan perekonomian warga. Lahan produksi ditargetkan mencapai 100 hektare.
Kepala Seksi Perkebunan Bidang Pertanian dan Perkebunan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Tegal, Arsita Herminati mengungkapkan pengembangan kopi sebagai produk unggulan daerah sudah dimulai sejak 2015.
Lokasinya berada di Kecamatan Bumijawa, meliputi Desa Cintamani, Batumirah, Guci, Gunung Agung, dan Sigedong. Petani di wilayah-wilayah yang berada di kaki Gunung Slamet tersebut selama ini sudah menanam kopi namun belum digarap secara serius.
"Penanaman secara serius baru dimulai tahun 2015. Sampai tahun 2019, luas lahannya sudah mencapai 50 hektare," kata Arsita kepada Gatra.com, Selasa (11/2).
Kopi jenis arabika dengan nama Kopi Tegal tersebut sudah terbukti memiliki kekhasan dan nilai ekonomi tinggi sehingga memiliki potensi untuk dijadikan produk unggulan daerah. Terkait rasa, Kopi Tegal yang dikembangkan di Desa Batumirah bahkan berhasil menjadi juara II Uji Cipta Rasa dalam Festival Kopi tingkat Provinsi Jawa Tengah pada September 2019 lalu.
"Keunggulannya di rasa. Ada rasa spesialnya. Petaninya juga berminat sekali untuk menanam. Dari sebelumnya tidak dipelihara secara serius, sekarang ada peningkatan pendapatan karena nilai jualnya lebih tinggi," kata Arsita.
Menurut Arsita, upaya pengembangan yang dilakukan Pemkab Tegal di antaranya pendampingan dan pelatihan, serta pemberian bantuan mulai dari pupuk, bibit, hingga alat pengolah kopi kepada kelompok petani. Saat ini terdapat 10 kelompok tani dengan jumlah petani sekitar 20 hingga orang per kelompok.
"Selain jadi produk unggulan, ke depan rencananya Kecamatan Bumijawa juga akan dijadikan sentra kopi di Kabupaten Tegal karena petaninya berminat sekali. Dulu masih petik rontok, sekarang sudah mulai petik merah, dipilihi benar-benar. Jadi harganya beda. Apalagi kalau bisa mengolah sendiri, dijemur dan dikeringkan," jelas Arsita.
Arsita menyebut, mulai 2020 hingga 2025, luas lahan yang ditanami kopi ditargetkan sudah mencapai 100 hektare. Dari luasan lahan itu, kopi yang dihasilkan bisa mencapai 350 kilogram per hektare sudah dalam bentuk biji kering.
"Untuk hasil panen memang masih sedikit, karena baru dimulai 2015 sehingga untuk sementara pemasarannya masih di wilayah Kabupaten Tegal dulu. Ketika di pameran-pameran yang kami ikuti banyak yang tanya dan berminat, kami juga belum bisa memenuhi," ujarnya.
Terkait kendala, Arsita mengatakan Pemkab masih terkendala anggaran yang bisa dialokasikan dari APBD kabupaten. Sehingga pihaknya mengupayakan bantuan anggaran dari APBD provinsi dan pusat. "Kalau petaninya sudah mau dan bisa untuk menaman secara serius. Lahannya juga ada," ucapnya.