Batanghari, Gatra.com - Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Batanghari, Jambi, Bakhtiar rupanya tidak tahu perihal pemanggilan Kepala Badan Kepegawaian Pengembangan Sumber Daya Manusia Daerah (BKPSDMD), Mula P Rambe oleh Bawaslu Batanghari.
Selain Kepala BKPSDMD Batanghari, Bawaslu juga memanggil Panitia seleksi (Pansel) lelang Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Pratama. Bawaslu meminta klarifikasi perihal pelantikan 13 pejabat hasil lelang JPT Pratama tanggal 8 Januari 2020, di ruang pola besar Kantor Bupati Batanghari.
"Kepala BKPSDMD belum melapor dipanggil Bawaslu," ujar Bakhtiar kepada Gatra.com, Selasa (11/2) di kediaman pribadinya.
Ia tidak mengetahui secara pasti alasan Kepala BKPSDMD Batanghari belum melapor hingga kini. Menurut Bakhtiar, Baperjakat (Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan) Kabupaten Batanghari, telah menggelar pertemuan tanggal 3 Januari 2020.
"Kemudian nama-nama pejabat yang akan dilantik telah di-SK-kan Bupati tanggal 7 Januari 2020. Pelantikan pejabat saya tidak ikut karena saya dalam kondisi sakit. Saya di rumah. Itu yang saya tahu," katanya.
Bakhtiar berujar, sosialisasi larangan penggantian pejabat oleh Kemendagri RI di Padang, Sumatera Barat, setelah tanggal 8 Januari 2020. Ia mengakui sosialisasi dihadiri Bupati Batanghari Syahirsah Sy dan Kepala BKPSDMD, Mula P Rambe.
"Setahu saya seperti itu. Kegiatan dihadiri Bupati dan Kepala BKPSDMD Batanghari. Baperjakat juga tidak pernah menerima surat imbauan larangan pelantikan tanggal 8 Januari 2020 dari Bawaslu Kabupaten Batanghari," ucapnya.
Pimpinan tertinggi ASN lingkungan Pemkab Batanghari ini berkata dia tidak tahu penggantian pejabat 8 Januari 2020 dilarang karena berbenturan dengan regulasi. Hanya saja waktu itu belum ada Surat Edaran Mendagri, Tito Karnavian.
"Saya tahu SK pejabat tanggal 7 Januari. Itu saja. Masalah ini pasti ada keputusan terakhir. Bagaimana prosesnya, bagaimana petunjuk Pusat. Tim Pansel telah konsultasi ke KASN dan Kemendagri RI, yakni Kepala BKPSDMD dan Asisten II. Hasilnya belum ada laporan sampai hari ini," katanya.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Republik Indonesia, Tito Karnavian mempertegas larangan pelantikan pejabat tanggal 8 Januari 2020.
Larangan mantan Kapolri ini tertuang dalam Surat Edaran Nomor: 273/487/SJ tentang penegasan dan penjelasan terkait pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak tahun 2020.
Surat Edaran Mendagri berlogo Burung Garuda terbit di Jakarta 21 Januari 2020 dicap dan ditandatangani Mendagri Republik Indonesia, Prof. H. Muhammad Tito Karnavian, Ph.D. Tujuan surat edaran ini kepada Gubernur, Bupati dan Wali Kota di seluruh Indonesia.
Tembusan surat ditujukan kepada Presiden Republik Indonesia, Wakil Presiden Republik Indonesia, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Menteri Sekretaris Negara, Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi, Sekretaris Kabinet, Ketua Komis Pemilihan Umum, Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum, Kepala Badan Kepegawaian Negara, Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara dan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu.
Pada angka III tentang penggantian pejabat oleh Kepala Daerah yang melaksanakan Pilkada serentak 2020, angka 1 berbunyi, berdasarkan ketentuan pasal 71 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota menjadi Undang-undang.
Pada ayat (2) berbunyi, Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Wali Kota atau Wakil Wali Kota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat ijin tertulis dari Menteri.
Kemudian pada angka 2 berbunyi, Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Wali Kota atau Wakil Wali Kota, sebagaimana dimaksud Pasal 71 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 adalah Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Wali Kota atau Wakil Wali Kota, pada daerah yang menyenangkan Pilkada, baik yang mencalonkan maupun tidak mencalonkan dalam Pilkada.
Lalu pada angka 3 berbunyi, penggantian pejabat sebagaimana dimaksud Pasal 71 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 terdiri dari;
1. Pejabat Struktural meliputi Pejabat Pimpinan Tinggi Madya, Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Pejabat Administrator dan Pejabat Pengawas.
2. Pejabat Fungsional yang diberi tugas tambahan memimpin satuan/unit kerja meliputi Kepala Sekolah dan Kepala Puskesmas.
Selanjutnya pada angka 7 berbunyi, berdasarkan ketentuan pada Lampiran Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 16 Tahun 2019 tentang perubahan atas peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2019 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota tahun 2020.
"Bahwa penetapan pasangan calon pada tanggal 8 Juli 2020, sehingga terhitung tanggal 8 Januari 2020 sampai dengan akhir masa jabatan dilarang melakukan penggantian Pejabat, kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri," demikian bunyi keputusan Tito Karnavian dalam Surat Edaran itu.
Pada angka 9 berbunyi, pasal 162 ayat (3) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 ditegaskan bahwa Gubernur, Bupati dan Wali Kota yang akan melakukan penggantian pejabat di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota, dalam jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal pelantikan harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri.