Jakarta, Gatra.com - Ketua Prodi Kajian Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia, Yon Mahmudi mengatakan proses pemulangan Warga Negara Indonesia (WNI) Eks ISIS tidak boleh disamakan dengan pemulangan WNI dari Wuhan, Cina.
Menurutnya, harus ada proses hukum di Indonesia agar tidak terjadi konflik pro dan kontra dalam masyarakat. Harus ada konsekuensi hukum yang diterapkan pada WNI eks ISIS ini.
"Biar bagaimanapun perpindahan mereka ke Suriah itu juga suatu pelanggaran. Harusnya kemudian dilakukan asessment secara detail, sejauh mana keterlibatan mereka didalam kelompok ISIS ini. Apakah memang mereka menjadi kelompok ISIS dan mendukung atau hanya simpatisan?" katanya di Jakarta, Selasa (11/2).
Ia menyebut, WNI yang tergabung dalam ISIS bisa dikelompokkan dalam beberapa kategori. Kelompok kombatan, partisipan, bahkan sebagai tawanan.
"Kalau kita dengar dari beberapa cerita yang pernah datang sampai kesana, melewati lika-liku yang dilalui. Ditawan oleh kelompok yang berbeda sampai dengan mereka masuk ke kawasan ISIS. Mereka merasa tidak sesuai dengan propaganda yang dijanjikan karena banyak juga propaganda yang disebarkan oleh kelompok ISIS," jelasnya.
Pasalnya, ISIS kerap kali melontarkan propaganda dengan menjanjikan kesejahteraan, kesehatan gratis, pendidikan gratis, serta hal lain bagi anggotanya. Padahal, berdasarkan keterangan mantan pengikut ISIS, propaganda ini berbanding terbalik dengan kenyataan.
"Oleh karena itu harusnya dilakukan asessment secara bertahap. Jadi jumlah 600 tentunya akan diasessment dalam jumlah yang kecil-kecil sesuai dengan tingkat keamanan. Dampaknya di Indonesia akan seperti apa, keterlibatan mereka juga seperti apa, dan konsekuensi hukum apa yang akan mereka terima," papar Yon.
Yon menekankan, perlu dilakukan pendalaman terhadap kelayakan WNI Eks ISIS ini. Menurutnya sebagian dari mereka tidak lagi berkeinginan untuk kembali menjadi WNI, dan sebagian lainnya tetap ingin kembali.
"Sebagian dari mereka yang memang sudah tidak mau menjadi bagian dari WNI, ada yang dalam kategori sebagai korban dan mereka menyesali dan ingin kembali menjadi WNI, ada juga yang tidak mengetahui secara detail," tutupnya.