Jakarta, Gatra.com - Dunia saat ini digegerkan oleh merebaknya penyebaran virus corona dari Cina. Semua negara khawatir penyebaran virus ini bakal memukul perekonomian dunia. Bila itu terjadi Indonesia bakal terdampak. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto belum lama ini mengatakan virus corona menjadi daya ancam perekonomian Indonesia dalam mengawali tahun 2020.
“Konsensus [analis] mengatakan virus corona bisa memengaruhi perekonomian kita sebesar 0,1 persen hingga 0,29 persen,” ujarnya saat memberikan paparan Mandiri Investment Forum di Jakarta, Rabu (5/2).
Keyakinan virus corona berdampak ekonomi juga diamini Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Sri menyebut wabah virus corona telah menghantam perekonomian Cina. Pada kuartal pertama 2020, situasi ekonomi di Negeri Tirai Bambu dapat merembes ke berbagai negara termasuk Indonesia.
Sri Mulyani justru lebih khawatir dampak corona dibandingkan fenomena Brexit yang terjadi di Inggris. Pasalnya wabah corona berdampak lebih luas dan terjadi dalam jangka waktu relatif cepat. “Tapi rasanya Q1 akan sangat sulit, dan nanti akan pengaruhnya kepada seluruh dunia termasuk Indonesia termasuk jalur tourism, harga komoditas dan ekspor, dan secara umum terganggu," kata Sri kepada wartawan di UI Salemba, Jakarta, Senin (3/2).
Pengamat kebijakan publik Wibisono berpendapat pernyataan dari Menkeu Sri Mulyani mengisyaratkan ekonomi Indonesia menghadapi ancaman serius akibat “badai” corona. Terlebih lagi Indonesia termasuk negara yang memiliki ketergantungan ekspor dan mitra dagang dengan Tiongkok.
“Saya dapat konfirmasi dari rekan yang usaha logistik bahwa semua ekspor ikan ke Cina terhenti. Mau ekspor gimana? Pesawat kargo juga dilarang terbang ke Cina. Bukan itu saja, industri pengalengan ikan yang biasa mendapatkan ikan beku dari Cina juga terancam berhenti produksi,” ujar Wibi dalam keterangannya kepada Gatra.com.
Ia menyebutkan banyak industri yang bergantung pada bahan baku penolong (linked product) dari Cina. Bila rantai pasokan terganggu ke Tiongkok maka jelas akan sangat merugikan industri karena ketiadaan stok (stockout). Bila itu terjadi maka pabrik akan berhenti beroperasi dan ancaman PHK berada di depan mata.
“Ancaman PHK akan terjadi, belum lagi harga komoditas utama Indonesia akan jatuh. Karena Cina menjadi pemicu harga naik atau turun atas komoditas global. Yang jelas harga minyak sudah duluan anjlok,” katanya.
Imbas dari wabah corona tak hanya memukul sektor industri. Pariwisata di tanah air menurutnya juga terdampak. Hal itu terlihat dengan berkurangnya lalu lintas penerbangan luar negeri ke Indonesia serta tergerusnya jumlah wisatawan Cina.
“Sudah sekarang itu dilarang, enggak ada yang datang (turis Cina). Lebih parah lagi sekarang, Bali itu sepi. Singapura itu sekarang sepi. Kita Manado habis, Bintan juga enggak ada sama sekali,” ujarnya.
Pembina LPKAN (Lembaga Pengawas Kinerja Aparatur Negara) itu menyebutkan penting bagi pemerintah untuk menyusun langkah antisipatif dan strategi ekonomi yang andal di tengah ancaman global. “Kinerja ekspor kita tahun lalu anjlok, terjadi defisit neraca perdagangan sepanjang 2019. Kita mengalami defisit primer terparah. Upaya recovery economy lewat kebijakan ditumpukan kepada adanya omnibus law. Tetapi sampai kini pengesahaan omnibus law terus tertunda,” katanya.
Adanya kasus wabah corona menurutnya akan berdampak terhadap investasi Cina di Indonesia bahkan negara-negara lainnya. Wibisono mengatakan corona menjadi ancaman baru setelah dunia menderita dengan adanya krisis perang dagang yang terjadi antara Cina-Amerika. Bila Cina yang kuat secara ekonomi “goyah” dengan adanya virus corona, maka negara yang levelnya berada di bawah Cina tentu akan kerepotan.
“Kepedulian kita terhadap Cina adalah kepedulian terhadap diri kita sendiri. Apalagi negara terjebak dengan hutang, sangat rentan dengan penurunan ekonomi. Cina memang painfull akibat virus corona ini namun mereka memiliki tabungan besar dan sumber daya yang tak tergantung dari luar,” pungkasnya.